Pemeriksaan Imunologi/Serologi di Laboratorium
Pemeriksaan serologi adalah pemeriksaan yang menggunakan
serum seperti pemeriksaan pada dugaan demam dengue. Demam dengue dapat
merupakan infeksi pertama kali yang disebut infeksi primer dan dikenal sebagai
demam dengue, serta infeksi kedua kali yang disebut infeksi sekunder yang dapat
menimbulkan penyakit demam berdarah yang dikenal sebagai dengue haemorragic
fever (DHF) yang dapat mengalami renjatan dan berakhir dengan kematian. Pada
demam dengue, pemeriksaan serologi yang tersedia adalah pemeriksaan antigen
NS-1, IgA-anti dengue, antibodi dengue IgG dan IgM.
Pemeriksaan antigen NS-1 dengue dapat dilakukan pada hari pertama
sampai hari kesembilan dari demam baik pada infeksi primer maupun infeksi
sekunder, sehingga antigen NS-1 ini merupakan pemeriksaan dini untuk mengetahui
adanya infeksi dengan virus dengue.
Pada infeksi primer didapatkan kadar antibodi IgM setelah hari ke 4 – 5 demam
dan antibodi IgG akan timbul setelah hari ke 14 demam dan bertahan dalam jangka
waktu yang lama. Pada infeksi sekunder, antibodi IgG akan timbul lebih dahulu
yaitu 1 – 2 hari setelah gejala demam timbul dan antibodi IgM akan timbul pada setelah
hari ke 5 – 10 demam.
Selain itu dikenal juga pemeriksaan antibodi dengue IgA yang merupakan pertanda
serologi infeksi yang aktif. Kadar antibodi dengue IgA lebih tinggi pada
infeksi akut yang akan mengalami renjatan dibanding dengan penderita infeksi
primer/sekunder sehingga dapat dikatakan kadar IgA berkorelasi dengan beratnya
penyakit.
Pemeriksaan serologi tersebut di atas mempunyai hasil yang
sangat bervariasi tergantung pada respon imun penderita.
Pemeriksaan Widal adalah pemeriksaan yang bertujuan
mengetahui adanya demam tifoid yang disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella
typhi atau Salmonella paratyphi A,B,C. Pemeriksaan Widal sering menunjukkan
reaksi silang dengan kuman usus sehingga pemeriksaan ini tidak bersifat
spesifik. Untuk mendeteksi infeksi dengan Salmonella typhi yang spesifik dapat
diperiksa Salmonella typhi IgM.
Pada infeksi lambung yang disebabkan oleh kuman Helicobacter
pylori yang dapat menyebabkan radang, tukak pada lambung dan dapat menimbulkan
keganasan. Oleh karena itu, adanya infeksi dengan kuman Helicobacter pylori
dapat diketahui dengan pemeriksaan antibodi terhadap H.pylori IgG-IgM.
Penyakit infeksi lain yang banyak di Indonesia adalah
infeksi dengan parasit Entamoeba histolityca yang dapat menyebabkan perdarahan
usus bahkan dapat menimbulkan kerusakan dinding usus (perforasi). Pasien yang
diduga pernah mengalami infeksi dengan parasit tersebut dapat diketahui dengan
pemeriksaan antibodi terhadap amoeba golongan IgG.
Terhadap penyakit tuberculosis (TBC), khususnya yang telah
menyebar di dalam tubuh dapat diketahui dengan pemeriksaan antibodi terhadap
kuman tuberculosis.
Untuk penyakit syphilis yang disebabkan oleh Treponema
pallidum dapat dilakukan pemeriksaan VDRL/TPHA. VDRL adalah pemeriksaan yang
tidak spesifik tetapi cukup sensitif untuk penyakit syphilis. Tetapi pada
beberapa penyakit seperti TBC, kusta, frambusia dapat menimbulkan hasil positif
palsu. Sedangkan syphilis stadium dini dan syphilis stadium lanjut sering
menghasilkan reaksi negatif palsu. Untuk membuktikan seseorang pernah kontak
dengan kuman Treponema pallidum dilakukan pemeriksaan serologi TPHA yang
menguji adanya antibodi spesifik terhadap kuman Treponema pallidum.
C-reactive protein (CRP) adalah protein yang dihasilkan oleh
hati pada proses kerusakan jaringan dan peradangan. Kadarnya akan meningkat di
dalam darah 6 – 10 jam setelah peradangan akut atau kerusakan jaringan dan
mencapai puncak 24 – 72 jam. Peningkatan kadar CRP dapat terjadi pada arthritis
rheumatoid, infeksi akut, infark jantung, dan keganasan. Kadar CRP akan menjadi
normal 3 hari setelah kerusakan jaringan membaik. Makin tinggi kadar CRP, maka
makin luas proses peradangan atau kerusakan jaringan. Pemeriksaan CRP lebih
dini menunjukkan hasil yang abnormal dibanding dengan pemeriksaan laju endap
darah.
hsCRP adalah uji yang sangat sensitif untuk deteksi risiko
kelainan kardiovaskuler dan penyakit pembuluh darah tepi. Pemeriksaan ini
biasanya dilakukan bersamaan dengan profil lipid. Dalam kepustakaan dikatakan,
sepertiga dari pasien yang mendapat serangan jantung menunjukkan kadar
kolesterol dan tekanan darah yang normal tetapi hsCRP sudah menunjukkan
peningkatan sehingga peningkatan dari hsCRP menunjukkan adanya risiko tinggi
untuk timbulnya penyakit pembuluh darah koroner dan stroke. Pada angina
pectoris, hsCRP tidak meningkat. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan adanya
inflamasi/peradangan pada proses arterosklerosis, khususnya pada arteri
koroneria.
Rheumatoid Arthritic Factor (RAF) adalah pemeriksaan
penyaring untuk mendeteksi adanya antibodi golongan IgM, IgG atau IgA yang
terdapat dalam serum pada penderita arthritis rheumatoid. Pemeriksaan ini
berhasil positif pada 53 – 94% pasien dengan arthritis rheumatoid. Selain itu,
RAF bisa didapatkan pada bermacam-macam penyakit jaringan ikat seperti lupus
erythematosus, sklerodema, dermatomiositis serta pada penyakit TBC, leukemia,
hepatitis, sirosis hati, sipilis dan usia lanjut.
Bakteri β-hemolytic Streptococcus mengeluarkan enzim yang
disebut streptolysin-O yang mampu merusak/melisiskan eritrosit. Streptolysin-O
ini bersifat sebagai antigen dan merangsang tubuh untuk membentuk antibodi
antistreptolysin-O (ASO). Kadar ASO yang tinggi di dalam darah berarti terdapat
infeksi dengan kuman Streptococcus yang menghasilkan ASO seperti pada demam
rematik, penyakit glomerulonephritis akut. Peningkatan kadar ASO menandakan
adanya infeksi akut 1 – 2 minggu sebelumnya dan mencapai puncak 3 – 4 minggu
dan dapat bertahan sampai berbulan-bulan.
Petanda tumor umumnya diperiksa dari darah. Kegunaan dari
petanda tumor untuk deteksi kanker. Petanda tumor ini dipakai untuk menyaring
dan membantu menegakkan diagnosis untuk kanker, mengikuti perjalanan penyakit
dan ingin mengetahui adanya kekambuhan (relapse). Umumnya pemeriksaan petanda
tumor tidak dapat diperiksa secara tunggal untuk mendeteksi adanya kanker,
harus dengan menggunakan beberapa petanda tumor.
Alpha fetoprotein (AFP) adalah glikoprotein yang dihasilkan
oleh kantung telur yang akan menjadi sel hati pada janin. Ternyata protein ini
dapat dijumpai pada 70 – 95% pasien dengan kanker hati primer dan juga dapat
dijumpai pada kanker testis. Pada seminoma yang lanjut, peningkatan AFP
biasanya disertai dengan human Chorionic Gonadotropin (hCG). Kadar AFP tidak
ada hubungan dengan besarnya tumor, pertumbuhan tumor, dan derajat keganasan.
Kadar AFP sangat tinggi pada kasus dengan keganasan hati primer sedangkan pada
metastasis tumor ganas ke hati (keganasan hati sekunder) kadar AFP kurang dari
350 – 400 IU/mL. Pemeriksaan AFP ini selain diperiksa di dalam serum, dapat juga
diperiksakan pada cairan ketuban untuk mengetahui adanya spinabifida,
ancephalia, atresia oesophagus atau kehamilan ganda.
Carcinoembryonic antigen (CEA) adalah protein yang
dihasilkan oleh epitel saluran cerna janin yang juga dapat diekstraksi dari tumor
saluran cerna orang dewasa. Pemeriksaan CEA ini bertujuan untuk mengetahui
adanya kanker usus besar, khususnya ardenocarcinoma. Pemeriksaan CEA merupakan
uji laboratorium yang tidak spesifik karena 70% kasus didapatkan peningkatan
CEA pada kanker usus besar dan pankreas. Peningkatan kadar CEA dapat pula
dijumpai pada keganasan oesophagus, lambung, usus halus, dubur, kanker
payudara, kanker serviks, sirosis hati, pneumonia, pankreatitis akut, gagal
ginjal, penyakit inflamasi dan trauma pasca operasi. Yang penting diketahui
bahwa kadar CEA dapat meningkat pada perokok.
Cancer antigen 72-4 atau dikenal dengan Ca 72-4 adalah
mucine-like, tumor associated glycoprotein TAG 72 di dalam serum. Antibodi ini
meningkat pada keadaan jinak seperti pankreatitis, sirosis hati, penyakit paru,
kelainan ginekologi, kelainan ovarium, kelainan payudara dan saluran cerna.
Pada keadaan tersebut spesifisitas sebesar 98%. Peningkatan Ca 72-4 mempunyai
arti diagnostik yang tinggi untuk kelainan jinak tersebut. Pada keganasan lambung,
ovarium dan kanker usus besar mempunyai arti diagnostik yang tinggi. Pada
kanker lambung, uji diagnostik Ca 72-4 mempunyai nilai sensitifitas 28 – 80% ;
pada kanker ovarium, sensitifitas 47 – 80% ; sedangkan pada kanker usus besar,
sensitifitasnya 20 – 41%. Pemeriksaan petanda tumor ini dipakai untuk
menegakkan diagnosis, bila diperlukan harus digunakan lebih dari 1 petanda
tumor. Selain itu pemeriksaan Ca 72-4 juga dipakai pada pasca operasi dan pada
waktu relapse.
Cancer antigen 19-9 (Ca 19-9) adalah antigen kanker yang
dideteksi untuk membantu menegakkan diagnosis, keganasan pankreas, saluran
hepatobiliar, lambung dan usus besar. Kadar Ca 19-9 meningkat pada 70 – 75%
kanker pankreas dan 60 – 65% kanker hepatobiliar. Pada peningkatan ringan,
kadar Ca 19-9 dapat dijumpai pada radang seperti pankreatitis, sirosis hati,
radang usus besar.
Cancer antigen 12-5 (Ca 12-5) dipakai untuk indikator kanker
ovarium epitel non-musinous. Kadar Ca 12-5 meningkat pada kanker ovarium dan
dipakai untuk mengikuti hasil pengobatan 3 minggu pasca kemoterapi.
Human chorionic gonadotropin (HCG) adalah hormon yang
dihasilkan plasenta, didapatkan pada darah dan urin wanita hamil 14 – 26 hari
setelah konsepsi. Kadar HCG tertinggi pada minggu ke 8 kehamilan. HCG tidak
didapatkan pada wanita yang tidak hamil, pada kematian janin dan 3 – 4 hari
pasca melahirkan. HCG meningkat pada keganasan seperti mola hidatidosa,
koreonepitelioma, koreocarcinoma dari testis.
Cancer antigen 15-3 (Ca 15-3) dipakai untuk mengidentifikasi
kanker payudara dan monitoring hasil pengobatan. Pemeriksaan petanda tumor ini
akan lebih sensitif bila digunakan bersama CEA. Kadar Ca 15-3 meningkat pada
keganasan payudara, ovarium, paru, pankreas dan prostat.
Prostat Spesific Antigen (PSA) dipakai untuk diagnosis
kanker prostat. Dahulu kala pemeriksaan kanker prostat dilakukan pemeriksaan
aktifitas prostatic acid phosphatase (PAP), diikuti dengan pemeriksaan colok
dubur. Tetapi aktifitas PAP yang tinggi disertai dengan pembesaran kelenjar
prostat selalu sudah terjadi metastasis. Untuk pemeriksaan dini kanker prostat
dipakai pemeriksaan PSA. Kadar PSA dapat meningkat pada hipertrofi prostat
jinak dan lebih tinggi lagi pada kanker prostat. Kadar PSA meningkat setelah
colok dubur atau bedah prostat. Pemeriksaan PSA disarankan untuk pemeriksaan
rutin pada pria usia lebih dari 40 thn. Total PSA (tPSA) terdiri dari PSA bebas
dan PSA kompleks. Kadar PSA total dipakai untuk mendapatkan persen (%) PSA
bebas.
Neuron Specific Enolase (NSE) dipakai untuk menilai hasil
pengobatan dan perjalanan penyakit, keganasan small cell bronchial carcinoma,
neuroblastoma, dan seminoma. Kadar NSE tidak mempunyai hubungan dengan adanya
metastasis, tapi memiliki korelasi yang baik terhadap stadium perjalanan
penyakit. Peningkatan ringan kadar NSE dapat dijumpai pada penyakit paru jinak
dan penyakit pada otak.
Squamous cell carcinoma (SCC) antigen diperoleh dari
jaringan karsinoma sel skuamosa dari serviks utri. Pemeriksaan SCC bertujuan
untuk menilai prognosis, kekambuhan dan monitoring penyakit. Umumnya SCC
meningkat pada keganasan sel squamosa seperti faring, laring, palatum, lidah
dan leher.
Cyfra 21-1 dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis
kelainan paru yang jinak seperti pneumonia, sarcoidosis, TBC, bronchitis
kronik, asma, dan emfisema. Kadarnya juga meningkat pada kelainan hati dan
gagal ginjal. Kadar cyfra 21-1 lebih dari 30 ng/ml didapatkan pada primary
bronchial carcinoma.
Triidothyronine (T3) adalah hormon tiroid yang ada dalam
darah dengan kadar yang sedikit yang mempunyai kerja yang singkat dan bersifat
lebih kuat daripada tiroksin (T4). T3 disekresikan atas pengaruh thyroid
stimulating hormone (TSH) yang dihasilkan oleh kelenjar hipofise dan
thyroid–releasing hormone (TRH) yang dihasilkan oleh hipotalamus. T3 didalam
aliran darah terikat dengan thyroxine binding globulin (TBG) sebanyak 38 – 80%,
prealbumin 9 – 27% dan albumin 11 – 35%. Sisanya sebanyak 0.2 – 0.8% ada dalam
bentuk bebas yang disebut free T3. Free T3 meningkat lebih tinggi daripada free
T4 pada penyakit graves dan adenoma toxic. Free T3 dipakai untuk monitoring
pasien yang menggunakan obat anti-tiroid, karena pada pengobatan tersebut,
produksi T3 berkurang dan T4 dikonversi menjadi T3. Selain itu, kadar free T3
diprediksi untuk menentukan beratnya kelainan tiroid.
Thyroxine (T4) di dalam aliran darah ada dalam bentuk free
T4 dan yang terikat dengan protein. Protein pengikat T4 adalah TBG sebanyak
75%, albumin 10% dan prealbumin 15% dari T4 total. Sebagian kecil yaitu 0.03%
dari T4 ada dalam bentuk bebas yang disebut free T4. Free T4 ini merupakan
suatu uji laboratorium yang paling baik untuk mengetahui adanya disfungsi dari
kelenjar tiroid.
Thyroid stimulating hormone (TSH) adalah hormon yang
dihasilkan oleh hipofisa interior. TSH berfungsi merangsang produksi hormon
tiroid seperti T4 dan T3 melalui receptornya yang ada di permukaan sel thyroid.
Sintesis dari TSH ini dipengaruhi oleh thyrotropin releasing hormone (TRH) yang
dihasilkan oleh hypothalamus bila didapatkan kadar hormon tiroid yang rendah di
dalam darah. Bila kadar T3 dan T4 meningkat, produksi TSH akan ditekan sehingga
akan terjadi penurunan kadar T3 dan T4.
Sebagaimana diketahui, hormon tiroid di dalam aliran darah
terikat pada protein yang disebut thyroxin binding protein. Banyaknya thyroxin
binding protein yang tidak mengikat hormon tiroid merupakan ukuran dari
T-Uptake.
Sebagaimana diketahui T4 didalam aliran darah terikat pada
beberapa protein seperti yang telah disebutkan diatas. Selain itu T4 dapat
meningkat pada kehamilan, pengobatan dengan estrogen, hepatitis kronik aktif,
sirosis bilier atau kelainan bawaan pada tempat pengikatan T4. Pada keadaan ini
, peningkatan T4 seolah-olah menunjukkan gangguan fungsi tiroid yang
berlebihan, yang sebenarnya peningkatan itu bersifat palsu. Oleh karena itu,
untuk mengetahui fungsi tiroid yang baik dapat diperiksa dengan FTI.
Pemeriksaan kadar T3, T4, FTI, Free T3, Free T4, dan TSH dapat dilakukan dengan
metoda ELISA.
Anti-thyroglobulin antibody adalah autoantibodi terhadap
tiroglobulin dihasilkan oleh kelenjar tiroid. Pada penyakit autoimmune tiroid
akan dihasilkan antibodi tiroid yang akan berikatan dengan tiroglobulin yang
menimbulkan reaksi radang daripada kelenjar tiroid. Pada tirotoxikosis, titer
anti-thyroid antibody dapat mencapai 1/1600 dan pada thyroiditis Hashimoto
lebih dari 1/5000. Pada keadaan tertentu seperti kanker tiroid dan penyakit
rheumatoid, titer anti-thyroglobulin antibody dapat meningkat.
Luteinizing hormone (LH) adalah hormon yang dihasilkan oleh
kelenjar hipofisa anterior yang kerjanya bersamaan dengan Follicle Stimulating
Hormone (FSH) yang menyebabkan terjadinya ovulasi. Setelah ovulasi, LH membantu
merangsang timbulnya corpus luteum yang menghasilkan progesteron. Selain itu, LH
juga merangsang produksi testosteron bersamaan dengan FSH akan mempengaruhi
pematangan spermatozoa. Oleh karena itu, pemeriksaan LH dipakai untuk
mengetahui infertilitas baik pada pria maupun wanita. Kadarnya yang sangat
tinggi didapatkan pada disfungsi kelenjar gonad seperti testis dan ovarium, dan
kadarnya rendah dikaitkan dengan kelainan pada hipotalamus dan hipofisa.
Prolaktin adalah hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar
hipofisa anterior yang kerjanya pada kelenjar payudara saat menyusui, serta
merangsang dan mempertahankan laktasi pada saat melahirkan. Bila ibu tidak
menyusui, kadar prolaktin serum menurun menjadi normal. Kadar prolaktin dalam
darah menurun pada pertumbuhan tumor hipofisa dan pada penggunaan bromocriptine
yang mengakibatkan penurunan kadar prolaktin serum dan mengurangi pertumbuhan
tumor hipofisa. Pemeriksaan kadar prolaktin dipakai untuk monitoring pasca
bedah, pasca kemoterapi dan pasca radiasi pada keganasan kelenjar yang
menghasilkan prolaktin.
Estradiol (E2) mempunyai sifat lebih kuat daripada estrone
(E1) dan estriol (E3). Pemeriksaan estradiol dipakai untuk mengetahui kelainan
kelenjar gonad, juga dipakai untuk mengevaluasi siklus haid dan masa
fertilisasi pada wanita. Pada pria, estradiol meningkat pada keganasan tumor
testis dan tumor adrenal, sedangkan wanita pada tumor ovarium.
Progesteron adalah hormon primer yang dihasilkan oleh corpus
luteum dari ovarium dan dalam jumlah yang kecil diproduksi oleh korteks
adrenal. Kadar progesteronemencapai puncak pada fase lutheal dari siklus haid
selama 4 – 5 hari dan selama kehamilan. Pemeriksaan serum progesteron berguna
untuk konfirmasi ovulasi, masalah infertilitas dan untuk mengetahui fungsi
plasenta pada kehamilan.
Testosteron adalah hormon seks pada pria yang dihasilkan
oleh testis dan kelenjar adrenal. Pada wanita, hormon ini selain dihasilkan
ovarium, juga dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Pemeriksaan testosteron serum
untuk menegakkan diagnosis male sexual precocity sebelum usia 10 thn dan
infertilitas pada pria. Kadar testosteron serum tertinggi pada pagi hari. Kadar
rendah didapatkan pada hipogonadism primer dan sekunder.
Insulin-like Growth Factor 1 (IGF-1) adalah faktor
pertumbuhan yang mempunyai fungsi sangat kompleks. Faktor pertumbuhan IGF-1
merupakan perantara terhadap hormon pertumbuhan, memicu pengambilan asam amino,
sintesis protein dan utilisasi penggunaan glukosa. Faktor pertumbuhan ini
diproduksi oleh hati yang membantu kerja dari fungsi endokrin. Kadar IGF-1
dalam serum meningkat pada saat pertumbuhan dan menurun setelah dewasa.
Kortisol adalah hormon golongan glikokortikoid yang
dihasilkan oleh korteks adrenal atas pengaruh adrenocorticotropic hormone
(ACTH). Hormon ini mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan lemak ;
sebagai anti inflamasi ; mempertahankan tekanan darah ; memperlambat kerja
insulin dan memicu terjadinya glikogenesis di hati. Kadar kortisol di dalam
darah dipengaruhi oleh waktu pengambilan, pada pagi hari kadarnya lebih tinggi
dan rendah pada sore hari. Pemeriksaan kadar kortisol bertujuan untuk
mengetahui fungsi korteks adrenal.
Transferin adalah protein yang tergolong dalam fraksi beta
globulin yang dihasilkan oleh hati. Transferin berfungsi mengangkut besi dari
dinding usus atau cadangan besi ke sumsum tulang untuk pembentukan prekursor eritrosit
dan limfosit. Kadar transferin ini meningkat bila didapatkan defisiensi besi
dan menurun pada infeksi menahun, peradangan, penyakit kanker, penyakit ginjal
dengan proteinuria dan penyakit kelainan hati.
Fosfatase asam adalah enzim yang dihasilkan terutama oleh
kelenjar prostat dan didapatkan dalam kadar tinggi di dalam semen. Selain itu,
enzim ini didapatkan pula dalam sumsum tulang, eritrosit, limpa dan hati.
Sepertiga sampai seperempat dari kadar fosfatase asam total dihasilkan oleh
kelenjar prostat yang disebut sebagai fosfatase asam prostat yang merupakan
isoenzim fosfatase asam. Kadar fosfatase asam dan fosfatase asam prostat ini
meningkat terutama pada kanker prostat, sedangkan kadarnya pada hipertrofi
prostat jinak normal. Setelah prostatic massage atau extensive palpation dapat
meningkatkan kadar fosfatase asam. Untuk menentukan adanya kanker prostat lebih
baik dilakukan pengukuran kadar Prostate Spesific Antigen (PSA).
Beta crosslaps adalah pemeriksaan yang dipakai untuk
monitoring pasien dengan pengobatan yang menghambat resorbsi tulang seperti
pada penggunaan biphosphonate, Hormone Replacement Therapy (HRT) dan pada
wanita post menopausal.
Total Procollagen type 1 amino-terminal propeptide (P1NP)
dipakai untuk monitoring pengobatan penderita dengan osteoporosis, pada wanita
post menopausal dan penyakit Paget pada tulang.
N-MID Osteocalcin adalah pemeriksaan yang dipakai untuk
mengontrol hasil pengobatan yang menghambat resorbsi tulang seperti pada kasus
dengan osteoporosis atau dengan hiperkalsemi.
0 Response to "Pemeriksaan Imunologi/Serologi di Laboratorium"
Post a Comment