BAKTERI PENYEBAB PENYAKIT SALURAN PERNAFASAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Bernafas merupakan sebuah proses yang
dilakukan oleh mahluk hidup dalam upayanya mempertahankan hidup. Sehingga
membutuhkan sistem pernafasan,didalam sistem pernafasan memiliki saluran
pernafasan yang terdiri dari hidung, tenggorok, larynx, trachea, bronchi dan
paru-paru. Secara alami saluran pernafasan meemiliki pertahanan yang kuat
terhadap infeksi bakteri. Dengan adanya rambut di hidung, lendir di hidung,
rambut getar pada saluran pernafasan
atas serta adanya reflek bersin. Batuk dan bersin merupakan pertahanan alami
sebelum pertahanan fagositosis dan humoral.
Namun teryata saluran pernafasan rentan terhadap berbagai macam penyakit
yang sering kita sebut sebagai infeksi saluran pernafasan. Penyebab infeksi
tersebut bisa disebabkan oleh bakteri, ada berbagai macam bakteri yang dapat
menginfeksi saluran pernafasan yang cara penularannya melalui udara, dropplet,
air dan lain-lain. Salah satu contoh bakteri yang dapat menginfeksi saluran per
nafasan adalah mycobacterium tuberculosis dan corynebacterium diphtheriae.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap
berbagai macam bakteri patogen yang dapat menginvasi dan menginfeksi sistem
saluran pernafasan. Dengan memahami gejala yang ditimbulkan dari bakteri
patogen tersebut dan penanganan awal sebagai pengobatan awal jikalau terinfeksi
bakteri patogen tersebut.
1.3. TUJUAN PENULISAN
Penulisan makalah ini bertujuan
memberikan informasi terhadap masyarakat pada umumnya dan secara khusus bagi
sesama mahasiswa untuk mengetahui bakteri patogen yang dapat menginfeksi
saluran pernafasan. Selain itu diharapkan adanya pengembangan pengobatan
terhadap penyakit yang disebabkan oleh bakteri patogen, khususnya mycobacterium tuberculosis dan
corynebacterium diphtheriae.
1.4. METODE PENULISAN
Metode penulisan yang digunakan dalam
penyusunan makalah ini adalah metode pustaka dan studi literatur. Dengan metode
ini, makalah disusun berdasarkan pengumpulan informasi yang sesuai dengan topik
dari berbagai sumber seperti beberapa buku, artikel dan website ataupun
situs-situs internet
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS
Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme yang berukuran
sangat kecil dan hanya dapat diamati dengan menggunakan mikroskop.
Mikroorganisme terdapat dimana-mana. Interaksinya dengan sesama mikroorganisme ataupun organisme
lain dapat berlangsung dengan cara yang aman dan menguntungkan maupun
merugikan (Pratiwi,2008).
Mikroorganisme di dunia ini ada yang menguntungkan dan ada
juga yang merugikan. Mikroorganisme yang menguntungkan dapat kita manfaatkan
untuk kepentingan kesejahteraan
hidup manusia. Akan tetapi, banyak juga
mikroorganisme yang tidak menguntungkan kita yaitu dengan menyebabkan
terjadinya penyakit pada tubuh manusia. Salah satu mikroorganisme yang dapat menyebabkan atau
menginfeksi manusia dalam Mycobacterium
tuberculosis.
Bakteri ini dapat mengakibatkan penyakit tuberculosis pada manusia. Tuberculosis itu sendiri
merupakan salah satu penyakit yang mematikan dan berbahaya di dunia. Tuberculosis merupakan penyakit
berbahaya ke-3 yang menyebabkan kematian didunia setelah penyakit
kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan, dan merupakan nomor satu dari golongan penyakit
infeksi.
Saat ini tuberculosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis. Bakteri ini dapat menginfeksi sepertiga populasi dunia, setiap detik ada satu orang
yang terinfeksi tuberculosis, tetapi hanya bakteri yang aktif yang menyebabkan orang menjadi
sakit. Setiap tahunnya sekitar 4 juta penderita tuberkulosis paru menular di dunia, ditambah lagi penderita
yang tidak menular. Hal ini menggambarkan
setiap tahun di dunia akan ada sekitar 8 juta penderita tuberkulosis paru, dan ada sekitar 3 juta orang
meninggal setiap tahunnya akibat penyakit ini. Sampai hari ini, penyakit TBC masih menempatkan Indonesia
dalam tiga besar negara dengan jumlah penderita terbanyak. Pada umumnya
kegagalan pengobatan TBC terjadi
disebabkan terapi yang terputus karena pasien merasa sudah sembuh. Kendala lain yang sering timbul adalah lamanya
waktu pengobatan. Obat untuk TBC harus dimakan sedikitnya enam bulan. Sementara biasanya setelah makan obat
selama dua bulan, pasien malas
meneruskan pengobatan karena merasa sembuh dan tidak merasakan gejala lagi. Padahal kalau pengobatan berhenti di
tengah jalan, maka bukan saja penyakitnya tidak sembuh dengan tuntas,
tetapi juga menyebabkan bakteri TBC menjadi kebal terhadap obat yang digunakan. Ketiadaan biaya
malah membuat seseorang tidak berobat, karena tidak mengetahui program
pemerintah yang menggratiskan obat TBC di seluruh Puskesmas di Indonesia. Penyakit ini sering
dianggap enteng oleh penderita karena masih bisa bekerja seperti biasa, namun tanpa disadari
keparahan penyakit yang semakin meningkat sebanding dengan perjalanan waktu dan
menurunnya daya tahan tubuh.
Penanganan TBC masih terus menjadi tantangan besar untuk
para tenaga kesehatan. Untuk
memutuskan rantai penularan perlu pula mendapati perhatian lintas sektoral
karena berkaitan dengan faktor sosial budaya dan tempat hunian. Namun pada
dasarnya penyakit TBC
bisa disembuhkan secara tuntas apabila pasien mengikuti anjuran tenaga
kesehatan untuk minum obat secara teratur dan
rutin sesuai dengan dosis yang dianjurkan. Selain itu diperlukan juga kepedulian dan
pengawasan dari tenaga kesehatan untuk mengawal perkembangan terapi
pasien. Penyebab TBC memang bukan bakteri
biasa, karena itu diperlukan
konsistensi dan kepatuhan pasien dalam menjalani terapi untuk mencapai
hasilterapi yang optimal.
2.1.1.
Morfologi dan identifikasi
Mycobacterium Tuberkulosis
Mycobacterium tuberculosis pertama kali dideskripsikan pada
tanggal 24 Maret 1882 oleh
Robert Koch. Maka untuk mengenang jasa beliau, bakteri tersebut diberi nama baksil
Koch. Mycobacterium tuberculosis merupakan
bakteri penyebab penyakit tuberkulosa (TBC) (Wikipedia, 2010).
Bahkan penyakit TBC pada paru-paru pun dikenal juga sebagai Koch
Pulmonum (KP).
Gambar
1. Robert Koch, penemu bakteri Mycobacterium tuberculosis
Sumber:
Media Indonesia
Berikut
adalah taksonomi dari Mycobacterium tuberculosis.
Kingdom : Bacteria
Filum : Actinobacteria
Ordo : Actinomycetales
Upaordo : Corynebacterineae
Famili : Mycobacteriaceae
Genus : Mycobacterium
Spesies
: Mycobacterium tuberculosis
1.
Bentuk.
Mycobacterium
tuberculosis berbentuk batang lurus atau agak
bengkok dengan ukuran 0,2-0,4 x 1-4 um. Pewarnaan Ziehl-Neelsen dipergunakan
untuk identifikasi bakteri tahan asam.
2. Penanaman.
Kuman ini tumbuh lambat, koloni tampak setelah lebih
kurang 2 minggu bahkan kadang-kadang
setelah 6-8 minggu. Suhu optimum 37°C, tidak tumbuh pada suhu 25°C atau lebih dari 40°C. Medium padat yang biasa
dipergunakan adalah Lowenstein-Jensen. PH optimum 6,4 - 7,0.
3. Sifat-sifat.
Gambar
2.Mycobacterium tuberculosis
Sumber:
Wikipedia
Mycobacterium tuberculosis dapat bertahan hidup di dalam
makrofag (Indah, 2010). Bakteri
Mycobacterium memiliki sifat tidak tahan panas serta akan mati pada 6°C selama
15-20 menit. Biakan bakteri ini dapat mati jika terkena sinar matahari lansung selama 2 jam. Dalam dahak, bakteri
mycobacterium dapat bertahan selama 20-30 jam. Basil yang berada dalam percikan bahan dapat bertahan hidup
8-10 hari. Biakan basil ini apabila
berada dalam suhu kamar dapat hidup 6-8 bulan dan dapat disimpan dalam lemari dengan suhu 20°C selama 2 tahun.
Mycobacterim tahan terhadap berbagai chemicalia
dan disinfektan antara lain phenol 5%,
asam sulfat 15%, asam sitrat 3% dan NaOH 4%. Basil ini
dihancurkan oleh yodium tinctur dalam 5 menit, dengan alkohol 80 % akan hancur
dalam 2-10 menit (Hiswani M.Kes, 2010).
Basil Mycobacterium tuberculosis tidak dapat
diklasifikasikan sebagai bakteri gram positif atau bakteri gram negatif,
karena apabila diwarnai sekali dengan zat warna basa, warna tersebut tidak dapat dihilangkan
dengan alkohol, meskipun dibubuhi iodium. Oleh sebab itu bakteri ini
termasuk dalam bakteri tahan asam. Mycobacterium
tuberculosis cenderung lebih
resisten terhadap faktor kimia dari pada bakteri yang lain karena sifat
hidrofobik permukaan selnya dan pertumbuhan bergerombol.
Mycobacterium tuberculosis tidak menghasilkan kapsul atau
spora serta dinding selnya terdiri dari peptidoglikan dan DAP, dengan kandungan lipid kira-kira
setinggi 60% (Simbahgaul, 2008).
Pada dinding sel mycobacteria, lemak berhubungan dengan arabinogalaktan dan
peptidoglikan di bawahnya. Struktur
ini menurunkan permeabilitas dinding sel, sehingga mengurangi efektivitas dari antibiotik. Lipoarabinomannan, suatu
molekul lain dalam dinding sel mycobacteria, berperan dalam interaksi
antara inang dan patogen, menjadikan Mycobacterium tuberculosis dapat bertahan hidup di dalam
makrofag (Indah, 2010).
Mycobacterium tuberculosis dapat tahan hidup diudara kering
maupun dalam keadaan dingin atau dapat hidup
bertahun-tahun dalam lemari es. Hal ini dapat terjadi apabila kuman berada dalam sifat
dormant (tidur). Pada sifat dormant ini apabila suatu saat terdapat keadaan dimana memungkinkan
untuk berkembang, kuman tuberculosis ini dapat bangkit kembali (Hiswani
M.Kes, 2010).
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri aerob, oleh
karena itu pada kasus TBC
biasanya mereka ditemukan pada daerah yang banyak udaranya. Mikobakteria mendapat energi dari oksidasi
berbagai senyawa karbon sederhana. Aktivitas biokimianya tidak khas, dan laju pertumbuhannya
lebih lambat dari kebanyakan bakteri lain karena sifatnya yang cukup kompleks dan dinding selnya yang
impermeable, sehingga penggandaannya hanya berlangsung setiap kurang lebih
18 jam. Karena pertumbuhannya yang
lamban, sering kali sulit untuk mendiagnostik
tuberculosis dengan cepat. Bentuk saprofit cenderung tumbuh lebih cepat,
berkembangbiak dengan baik pada suhu 22-23°C, menghasilkan lebih banyak pigmen, dan kurang tahan asam dari
pada bentuk yang pathogen. Mikobakteria cepat mati dengan sinar matahari
langsung, tetapi dapat bertahan hidup
beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab (Simbahgaul, 2008).
Bakteri ini biasanya berpindah dari tubuh manusia ke manusia
lainnya melalui saluran
pernafasan, keluar melalui udara yang dihembuskan pada proses respirasi
danterhisap masuk saat seseorang menarik nafas. Habitat asli bakteri Mycobacterium tuberculosis sendiri adalah paru-paru manusia.
Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan
mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan
menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman tuberkulosis berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan
diri di dalam paru-paru (Anonim
a, 2010).
Bakteri Mycobacterium
tuberculosis adalah bakteri yang dapat menyebabkan penyakit
tuberkolosis atau disingkat TBC. Sumber penularan adalah penderita Tuberculosis (TB) yang dahaknya mengandung kuman
TB hidup (BTA (+). Infeksi kuman ini paling sering disebarkan melalui udara (air borne, droplets
infection). Penyebaran melalui udara berupa partikel-partikel percikan
dahak yang mengandung kuman berasal dari penderita saat batuk, bersin, tertawa,
bernyanyi atau bicara. Partikel mengandung kuman ini akan terhisap oleh orang
sehat dan menimbulkan infeksi di saluran napas. Bakteri aktif mikobakteria
mencemari udara yang ditinggali atau ditempati banyak manusia, karena sumber dari bakteri ini adalah
manusia. Bakteri ini dapat hidup selama beberapa jam pada udara terbuka, dan selama itulah dia
akan berterbangan di udara hingga akhirnya menemukan manusia sebagai tempat hidup (U-knee, 2008).
Biasanya pencemaran oleh bakteri ini terjadi pada rumah yang
penuh dengan orang namun
memiliki ventilasi yang buruk. Juga ditempat-tempat ramai yaitu
sarana perhubungan seperti bis sekolah, kapal laut, juga pada asrama,
penjara, bahkan dari dokter yang kurang memperhatikan sanitasi tubuhnya.
Habitat asli dari bakteri ini adalah manusia, dan hanya menjadikan lingkungan sebagai perantara (Tin-U,
2005).
Penyakit TBC adalah merupakan suatu penyakit yang tergolong
dalam infeksi yang disebabkan
oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.
Penyakit TBC dapat menyerang pada siapa saja tak terkecuali pria,
wanita, tua, muda, kaya dan miskin serta dimana saja. Apabila seseorang sudah terpapar dengan
bakteri penyebab tuberculosis akan berakibat buruk seperti menurunkan daya
kerja atau produktivitas kerja, menularkan kepada orang lain terutama pada keluarga yang
bertempat tinggal serumah, dan dapat menyebabkan kematian. Pada penyakit tuberkulosis jaringan
pang paling sering diserang adalah paru-paru (95,9 %) (Hiswani M.Kes, 2010).
Gejala penyakit TBC digolongkan menjadi dua bagian, yaitu
gejala umum dan gejala khusus.
Sulitnya mendeteksi dan menegakkan diagnosa TBC adalah disebabkan
gambaran secara klinis dari si penderita yang tidak khas, terutama pada kasus-kasus baru
(Anonim b,2010).
2.1.2.
Gejala umum (Sistemik)
1.
Demam
tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam.
Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
2.
Penurunan
nafsu makan dan berat badan.
3.
Batuk-batuk
selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
4.
Perasaan
tidak enak (malaise), lemah. Sumber:
Anonim b, 2010a) Gejala
khusus (Khas)
5.
Tergantung
dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus
(saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening
yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.
6.
Kalau
ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
7.
Bila
mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran
dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
8.
Pada
anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput
otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang. Sumber: Anonim b, 2010. Pada penderita usia anak-anak
apabila tidak menimbulkan gejala, Maka TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC
dewasa. Sekitar 30-50% anak-anak
yang terjadi kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3
bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif,
dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah (Anonim b, 2010)
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin
ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang
pucat karena anemia, suhu demam (subfibris), badan kurus atau berat badan menurun.
Tempat kelainan lesi TB yang perlu dicurigai adalah bagian apeks paru.
Bila dicurigai infiltrat yang agak luas, maka akan didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi nafas
bronkial. Akan didapatkan juga suara nafas tambahan berupa ronkhi basah,
kasar, dan nyaring. Tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh
penebalan pleura, suara nafasnya menjadi vesikular melemah. Apabila dicurigai seseorang tertular
penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah:
1.
Anamnesa
baik terhadap pasien maupun keluarganya.
2.
Pemeriksaan
fisik.
3.
Pemeriksaan
laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
4.
Pemeriksaan
patologi anatomi (PA).
5.
Rontgen
dada (thorax photo).
6.
Uji
tuberculin ( Sumber: Anonim b, 2010 )
Penyakit
tuberculosis memiliki beberapa variasi jenisnya. Adapun jenis-jenis
dari penyakit tuberculosis tersebut adalah:
1.
Tuberculosis
paru terkonfirmasi secara bakteriologis dan histologis
2.
Tuberculosis
paru tidak terkonfirmasi secara bakteriologis dan histologis
3.
Tuberculosis
pada sistem saraf
4.
Tuberculosis
pada organ-organ lainnya
5.
Tuberculosis
millier
Tuberculosis paru adalah
tuberculosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura
(selaput paru).
Berdasarkan
pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi 2 yaitu:
1.
Tuberkulosis
Paru BTA positif
2.
Tuberkulosis
Paru BTA negatif
Tuberculosis ekstra paru adalah tuberculosis yang menyerang
organ tubuh selain jaringan paru, misalnya pleura (selaput paru), selaput
otak, selaput jantung, kelejar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing,
alat kelamin dan lain-lain.
Berdasarkan tingkat keparahannya, TB Ekstra Paru dibagi
menjadi 2 yaitu: tuberculosis
ekstra paru ringan seperti misalnya adalah TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudatif unilateral, menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan
tubuh yang rendah), dan dapat menyebar
melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh
organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang,
kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuhyang paling
sering terkena infeksi bakteri ini adalah paru-paru (Anonim d, 2010)
2.1.3.
PENYEBARAN
BAKTERI TBC
Gambar
3. Penyebaran bakteri TBC Sumber: Medicastore
Saat Mycobacterium tuberculosis berhasil menginfeksi paru-paru,
maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri
yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis
bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di
sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di
sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat).
Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan
foto rontgen (Anonim d, 2010)
Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini
akan tetap dormant sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem
kekebalan tubuh yang kurang,
bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel
bertambah banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam
paru-paru. Ruang inilah
yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak).
Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami
pertumbuhan tuberkel berlebihdan positif terinfeksi TBC (Anonim d, 2010).
Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat
ini, banyak dihubungkan dengan
beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan
kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan
adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang lemah/menurun,
virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC
(Anonim d, 2010).
Adapun
riwayat terjadinya tuberculosis dapat dibagi menjadi 2 tahap yaitu:
1.
Tahap infeksi primer.
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet yang
terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier
bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan menetap disana Infeksi dimulai saat
kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di
paru-paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru, saluran limfe akan membawa kuman TB ke kelenjar
limfe disekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara
terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4 - 6 minggu.
Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi
positif (Anonim c, 2010).
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang
masuk dan besarnya respondaya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya
reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada
beberapa kuman akan menetap
sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu mengehentikan
perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan
menjadi penderita Tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai
menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan (Anonim c,2010).
2.
Tahap kedua yaitu Tuberkulosis Pasca
Primer (Post Primary TB)
Biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer,
misalnya karena daya tahan tubuh
menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah
kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura (Anonim c, 2010).
Penderita penyakit
tuberculosis dapat mengalami komplikasi dimana komplikasi ini sering terjadi pada penderita
stadium lanjut. Beberapa komplikasinya adalah sebagai berikut:
1.
Hemoptisi
berat ( pendarahan dari saluran nafas bawah ) yang dapat mengakibatkan kematian
karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas.
1.
Kolaps
dari lobus akibat retraksi bronkial.
2.
Bronkiectasis
dan Fibrosis pada paru.
3.
Pneumotoraks
spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.
4.
Penyebaran
infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dansebagainya.
5.
Inufisiensi
Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency). Sumber: (Anonim c, 2010)
Komplikasi akibat penyakit TBC dapat menyerang beberapa
organ vital tubuh, diantaranya adalah tulang, usus, otak serta ginjal. TBC
tulang ini bisa disebabkan oleh bakteri TBC yang mengendap di paru-paru, lalu terjadi komplikasi dan
masuk ke tulang. Atau bisa juga bakteri TBC langsung masuk ke tulang lewat
aliran darah dari paru-paru. Waktu yang dibutuhkan bakteri untuk masuk dan merusak tulang
bervariasi. Ada yang singkat, tapi ada pula yang lama hingga
bertahun-tahun. Bakteri TBC biasanya akan berkembang biak dengan pesat
saat kondisi tubuh sedang lemah, misalnya selagi anak terkena penyakit berat. Saat itu kekebalan
tubuhnya menurun, sehingga bakteri pun leluasa menjalankan aksinya(Anonim e,
2010). Bagian tulang yang biasa diserang
bakteri TBC adalah sendi panggul, panggul dan tulang belakang. Gangguan tulang belakang bisa terlihat dari
bentuk tulang belakang penderita. Biasanya tidak bisa tegak, bisa miring
ke kiri, ke kanan, atau ke depan. Sendi panggul yang rusak pun membuat
penderita tidak bisa berjalan dengan normal. Sedangkan pada ibu hamil, kelainan
panggul membuatnya tidak bisa melahirkan secara normal. Jika kelainannya masih ringan, upaya
pemberian obat-obatan dan operasi bisa dilakukan. Lain halnya jika berat, tindakan operasi
tidak bisa menolong karena sendi atau tulang sudah hancur. Penderita bisa cacat seumur
hidup (Anonim e, 2010).
Selain karena komplikasi, TBC usus ini bisa timbul karena
penderita mengonsumsi makanan/minuman
yang tercemar bakteri TBC. Bakteri ini bisa menyebabkan gangguan seperti
penyumbatan, penyempitan, bahkan membusuknya usus. Ciri penderita TBC usus antara lain anak sering muntah
akibat penyempitan usus hingga menyumbat saluran cerna. Mendiagnosis TBC usus tidaklah mudah
karena gejalanya hampir sama dengan penyakit lain. Ciri lainnya tergantung bagian mana dan seberapa luas
bakteri itu merusak usus. Demikian
juga dengan pengobatannya. Jika ada bagian usus yang membusuk, dokter akan membuang bagian usus itu lalu
menyambungnya dengan bagian usus lain (Anonim e,2010).
Bakteri TBC juga bisa menyerang otak. Gejalanya hampir sama
dengan orang yang terkena
radang selaput otak, seperti panas tinggi, gangguan kesadaran, kejang-kejang,
juga penyempitan sel-sel saraf di otak. Kalau sampai menyerang selaput
otak, penderita harus menjalani
perawatan yang lama. Sayangnya, gara-gara sel-sel sarafnya rusak, penderita tidak bisa kembali ke kondisi
normal. (Anonim e, 2010).
Bakteri TBC pun bisa merusak fungsi ginjal. Akibatnya,
proses pembuangan racun tubuh
akan terganggu. Selanjutnya bukan tidak mungkin bakal mengalami gagal ginjal. Gejala yang biasa terjadi antara
lain mual-muntah, nafsu makan menurun, sakit kepala, lemah, dan sejenisnya. Gagal ginjal
akut bisa sembuh sempurna dengan perawatan dan pengobatan yang tepat.
Sedangkan gagal ginjal kronik sudah tidak dapat disembuhkan. Beberapa di antaranya harus
menjalani cangkok ginjal (Anonim e, 2010).
Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu dirawat inap
di rumah sakit. Penderita
TB paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA negatif)
masih bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini seringkali dikelirukan
dengan kasus kambuh. Pada
kasus seperti ini, pengobatan dengan OAT (Obat Anti Tuberkulosis) tidak
diperlukan, tapi cukup diberikan pengobatan
simptomatis. Bila perdarahan berat, penderita harus dirujuk ke unit spesialistik (Anonim
c, 2010).
2.1.4.
Pemeriksaan Laboratorium
1.
Bahan pemeriksaan.
Untuk
mendapatkan hasil yang diharapkan perlu diperhatikan waktu pengambilan, tempat
penampungan, waktu penyimpanan dan cara pengiriman bahan pemeriksaan. Pada
pemeriksaan laboratorium tuberkulosis ada beberapa macam bahan pemeriksaan
yaitu:
1.
Sputum (dahak),
harus benar-benar dahak, bukan ingus juga bukan ludah. Paling baik adalah
sputum pagi hari pertama kali keluar. Kalau sukar dapat sputum yang dikumpulkan
selama 24 jam (tidak lebih 10 ml). Tidak dianjurkan sputum yang dikeluarkan
ditempat pemeriksaan.
2.
Air Kemih, Urin pagi hari, pertama kali
keluar, merupakan urin pancaran tengah. Sebaiknya urin kateter.
3.
Air kuras lambung, Umumnya anak-anak
atau penderita yang tidak dapat
4.
Mengeluarkan
dahak. Tujuan dari kuras lambung untuk mendapatkan dahak yang tertelan.
Dilakukan pagi hari sebelum makan dan harus cepat dikerjakan.
5.
Bahan-bahan lain, misalnya nanah, cairan
cerebrospinal, cairan pleura, dan usapan tenggorokan.
6.
Cara Pemeriksaan Laboratorium
a.
Pemeriksaan darah rutin ( Test Screening
)
Peningkatan LED
dan Limfositosis
b.
Mikroskopik, dengan pewarnaan
Ziehl-Neelsen dapat dilakukan identifikasi bakteri tahan asam, dimana bakteri
akan terbagi menjadi dua golongan:
1.
Bakteri tahan asam, adalah bakteri yang
pada pengecatan ZN tetap mengikat warna pertama, tidak luntur oleh asam dan
alkohol, sehingga tidak mampu mengikat warna kedua. Dibawah mikroskop tampak
bakteri berwarna merah dengan warna dasar biru muda.
2.
Bakteri tidak tahan asam, adalah bakteri
yang pada pewarnaan ZN, warna pertama, yang diberikan dilunturkan oleh asam dan
alkohol, sehingga bakteri akan mengikat warna kedua. Dibawah miskroskop tampak
bakteri berwarna biru tua dengan warna dasar biru yang lebih muda.
c.
Kultur (biakan), Media yang biasa dipakai
adalah media padat Lowenstein Jesen. Dapat pula Middlebrook JH12, juga suatu media padat. Untuk perbenihan kaldu
dapat dipakai Middlebrook JH9 dan JH 11
d.
.Pemeriksaan Imuno-serologi Test respon
imun terhadap antigen TBC.
1. Invitro
Blood Test (ELISPOT)
2. Serodiagnostic
Test (ELISA)
e. Test
PCR ( Polymerase Chain Reaction )
f. Uji
Tuberculin
g. Uji
kepekaan kuman terhadap obat-obatan anti tuberkulosis, tujuan dari pemeriksaan
ini, mencari obat-obatan yang poten untuk terapi penyakit tuberkulosis
2.1.5.
PENULARAN KUMAN TUBERKULOSIS
Penularan tuberkulosis dari seseorang penderita
ditentukan oleh banyaknya kuman yang terdapat dalam paru-paru penderita,
pesebaran kuman tersebut diudara melalui dahak berupa droplet. Penderita
TB-Paru yang mengandung banyak sekali kuman dapat terlihat lansung dengan mikroskop
pada pemeriksaan dahaknya (penderita BTA
positif) adalah sangat menular.
Penderita
TB Paru BTA positif mengeluarkan kuman-kuman keudara dalam bentuk droplet yang
sangat kecil pada waktu batuk atau bersin. Droplet yang sangat kecil ini mongering
dengan cepat dan menjadi droplet yang mengandung kuman tuberkulosis. Dan dapat
bertahan diudara selama beberapa jam.
Droplet
yang mengandung kuman ini dapat terhirup oleh orang lain. Jika kuman tersebut sudah
menetap dalam paru dari orang yang menghirupnya, maka kuman mulai membelah diri
(berkembang biak) dan terjadilah infeksi dari satu orang keorang lain.
2.1.6.
PENGOBATAN
Pengobatan TBC harus dilakukan secara tepat sehingga secara
tidak langsung akan mencegah penyebaran penyakit ini. Berikut adalah beberapa
obat yang biasanya digunakandalam pengobatan penyakit TBC:
1.
Isoniazid
(INH)
Obat yang bersifat bakteriostatik
(menghambat pertumbuhan bakteri) ini merupakan prodruk yang perlu diaktifkan dengan enzim katalase untuk
menimbulkan efek. Bekerja dengan menghambat
pembentukan dinding sel mikrobakteri (Anonim f,2010).
2.
Rifampisin
/ Rifampin
Bersifat bakterisidal (membunuh
bakteri) dan bekerja dengan mencegah transkripsi RNA dalam proses sintesis protein dinding sel
bakteri (Anonim f, 2010).
3.
Pirazinamid
Bersifat bakterisidal dan bekerja
dengan menghambat pembentukan asam lemak yang diperlukan dalam pertumbuhan bakteri (Anonim f,
2010).
4.
Streptomisin
Termasuk dalam golongan
aminoglikosida dan dapat membunuh sel mikroba dengan cara menghambat sintesis protein (Anonim f, 2010).
5.
Ethambutol
Bersifat bakteriostatik. Bekerja
dengan mengganggu pembentukan dinding sel bakteri dengan meningkatkan
permeabilitas dinding (Anonim f, 2010).
6.
Fluoroquinolone
Fluoroquinolone adalah obat yang menghambat replikasi bakteri M.tuberculosis. Replikasi dihambat
melalui interaksi dengan enzim gyrase, salah enzim yang mutlak diperlukan dalam proses
replikasi bakteri M. Tuberculosis. Enzim ini tepatnya bekerja pada proses perubahan struktur DNA dari
bakteri, yaitu perubahan dari
struktur double helix menjadi super coil
Gambar 4. Perubahan struktur DNA
Dengan struktur super coil ini DNA
lebih mudah dan praktis disimpan di dalam sel. Pada proses tersebut enzim gyrase berikatan dengan DNA,
dan memotong salah satu rantai DNA dan kemudian menyambung kembali (Gambar 4). Dalam proses ini terbentuk
produk sementara (intermediate product) berupa ikatan antara enzim gyrase
dan DNA (kompleks gyrase-DNA)
Fluoroquinolone mamiliki kemampuan untuk berikatan dengan kompleks gyrase-DNA ini,
dan membuat gyrase tetap bisa memotong DNA, tetapi tidak bisa menyambungnya
kembali. Akibatnya, DNA bakteri tidak akan berfungsi sehingga akhirnya bakteri
akan mati. Selain itu, ikatan fluoroquinolone dengan kompleksgyrase-DNA
merupakan ikatan reversible, artinya
bisa lepas kembali sehingga bisa didaur ulang. Akibatnya, dengan jumlah yang
sedikit fluoroquinolone bisa bekerja secara efektif (Anonim g, 2008)
Dalam terapi TBC, biasanya dipilih pemberian dalam bentuk
kombinasi dari 3-4 macam
obat tersebut. Hal tersebut bertujuan untuk menghindari terjadinya resistensi
bakteri terhadap obat. Dosis yang diberikan
berbeda untuk tiap penderita, bergantung tingkat keparahan infeksi. Karena
bakteri tuberkulosa sangat lambat pertumbuhannya, maka penanganan TBC cukup
lama, antara 6 hingga 12 bulan yaitu untuk membunuh seluruh bakteri secara
tuntas (Anonim f, 2010). Pengobatan
harus dilakukan secara terus-menerus tanpa terputus, walaupun pasien telah merasa lebih baik / sehat.
Pengobatan yang terhenti ditengah jalan dapat menyebabkan bakteri menjadi resisten. Jika hal ini terjadi,
maka TBC akan lebih sukar untuk disembuhkan dan perlu waktu yang lebih
lama untuk ditangani. Untuk membantu memastikan penderita TBC meminum obat secara teratur dan
benar, keterlibatan anggota keluarga
atau petugas kesehatan diperlukan yaitu mengawasi dan jika perlu menyiapkan obat
yang hendak dikonsumsi. Oleh karena itu, perlunya dukungan terutama dari
keluarga penderita untuk menuntaskan pengobatan agar benar-benar tercapai
kesembuhan (Anonimf, 2010).
Memodifikasi obat seperti b-lactamase dan aminoglycosida
acetyl transferase. Jika diterapi dengan benar, tuberculosis dapat disembuhkan yang disebabkan oleh kompleks
Mycobacterium tuberculosis, yang peka
terhadap obat, praktis dapat disembuhkan.
Tanpa terapi tuberkulosa akan mengakibatkan kematian dalam lima tahun pertama
pada lebih dari setengah kasus (Palit, 2010)
Mycobacterium tuberculosis resisten terhadap fluoroquinolone
melalui struktur unik protein MfpA.
Berdasarkan analisa model dengan menggunakan komputer (computer modeling)
ditemukan bahwa protein MfpA bisa masuk ke dalam bagian aktif (active site)dari
enzim gyrase, seperti halnya DNA. Ini disebabkan karena protein MfpA
memilikistruktur yang sama dengan DNA. Akan tetapi berbeda dengan interaksi
gyrase dengan DNA, interaksi gyrase dengan MfpA
mengakibatkan gyrase tidak bisa berinteraksi dengan fluoroquinolone. Dengan kata lain,
kompleks MfpA-gyrase tidak bisa berinterkasi dengan fluoroquinolone, sehingga
fluoroquinolone tidak bisa berfungsi sebagaimana mestinya(Anonim g, 2008). Interaksi gyrase dan DNA penting
dalam proses replikasi bakteri M. tuberculosis. Interaksi protein MfpA dengan gyrase, secara otomatis juga
menghambat interaksi gyrase dengan
DNA. Dengan kata lain, protein MfpA merupakan inhibitor dari enzim gyrase,yakni
menghambat aktivitas enzim gyrase itu senditi. Hambatan fungsi enzim gyrase ini mengakibatkan proses replikasi M.
tuberculosis terganggu. Pada kenyataannya memang demikian. Artinya, perkembangbiakan bakteri M. tuberculosis menurun, akan tetapi hal inilebih
baik bagi bakteri dari pada mati karena obat fluoroquinolone. Dan biasanya
bakteri yang resisten terhadap suatu obat
bukan secara tiba-tiba, melainkan mulai dari jumlah yang sedikit dan kemudian perlahan-lahan
bertambah sesuai dengan perjalanan waktu (Anonimg, 2008).
Mekanisme fungsi protein MfpA dalam proses resistensi M.
tuberculosis sangat unik. Pada
umumnya resistensi disebabkan oleh penguraian obat anti-bakteri oleh enzim atau
protein tertentu. Akan tetapi tidak demikian halnya dengan protein MfpA.
Protein ini hanya memproteksi
interaksi obat dengan targetnya. MfpA adalah protein yang pertama kali dibuktikan mempunyai fungsi demikian
(Anonim g, 2008).
Pada umumnya kegagalan pengobatan TBC terjadi disebabkan terapi
yang terputus karena pasien merasa sudah sembuh.
Masalah yang sering timbul adalah lamanya waktu pengobatan. Obat untuk TBC
harus dimakan sedikitnya enam bulan. Sementara biasanya setelah makan obat
selama dua bulan, pasien malas meneruskan pengobatan karena merasa sembuh dan tidak merasakan gejala
lagi. Padahal apabila pengobatan berhenti di tengah jalan, maka tidah hanya
penyakitnya saja yang tidak sembuh dengan tuntas, tetapi juga menyebabkan bakteri TBC menjadi
kebal terhadap obat yang digunakan. Ketiadaan biaya juga membuat seseorang
tidak berobat, karena tidak mengetahui program pemerintah yangmenggratiskan
obat TBC di seluruh Puskesmas di Indonesia. Penyakit ini sering dianggap enteng oleh penderita karena masih
bisa bekerja seperti biasa, namun tanpa disadari keparahan penyakit yang semakin meningkat sebanding dengan
perjalanan waktu dan menurunnya
daya tahan tubuh.
2.1.7.
PENYEBARAN
TBC umumnya menyerang orang dewasa muda dan banyak terjadi
di negara berkembang. Setengahnya terdapat di Asia. Pada tahun 2008, WHO
memprediksi adasekitar 9,4 juta orang yang menjadi penderita TBC aktif. Dari 15
negara dengan tingkat TBC
paling tinggi, 13 diantaranya ada di
Afrika. Sementara itu setengahnya ada di Negara Asia, diantaranya Bangladesh, China, India, Indonesia,
Pakistan dan Filipina (Anonim i,2010). Apabila penyakit tuberculosis ini tidak diobati, maka
setelah lima tahun, 50 % dari penderita TB akan meninggal, 25 % akan sembuh
sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi,dan 25 % sebagai kasus kronik yang tetap
menular (WHO 1996). Menurut
WHO (1999), di Indonesia setiap tahun terjadi 583 kasus baru dengan kematian130 penderita dengan
tuberkulosis positif pada dahaknya. Sedangkan menurut hasil penelitian
kusnindar 1990, Jumlah kematian yang disebabkan karena tuberculosis diperkirakan 105, 952 orang pertahun. Kejadian kasus
tuberkulosa paru yang tinggi ini paling banyak terjadi pada kelompok masyarakat
dengan sosio ekonomi lemah. Terjadinya peningkatan kasus ini disebabkan
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh, status gizi dankebersihan diri individu dan
kepadatan hunian lingkungan tempat tinggal (Hiswani M.Kes,2010).HIV juga
memberikan pengaruh signifikan terhadap penyebaran penyakit tuberculosis ini. Hal ini terjadi
karena infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistemdaya tahan tubuh seluler
(Cellular Immunity), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik,seperti
tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan mengakibatkan kematian. Bila jumlah
orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah penderita TB akan meningkat, dengan
demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula (Anonim j, 2010).
2.1.8.
PENCEGAHAN
Pencegahan terhadap kemungkinan terjangkitnya penyakit ini
merupakan langkahyang paling efektif dan efisien. Adapun yang dapat kita
lakukan sebagai upaya pencegahanadalah sebagai berikut:
1.
Konsumsi
makanan bergizi
Dengan asupan makanan bergizi, daya
tahan tubuh akan meningkat. Produksi leukosit pun tidak akan mengalami
gangguan, hingga siap melawan bakteri TBC yang kemungkinan terhirup. Selain itu, konsumsi makanan bergizi
juga menghindarkan terjadinya
komplikasi berat akibat TBC (Anonim e, 2010).
2.
Vaksinasi
Dengan vaksinasi BCG yang benar dan
di usia yang tepat, sel-sel darah putih menjadi cukup matang dan memiliki kemampuan melawan bakteri TBC. Meski
begitu, vaksinasi ini
tidak menjamin penderita bebas sama sekali dari penyakit TBC, khususnya TBC
paru. Hanya saja kuman TBC yang masuk ke paru-paru tidak akan berkembang dan menimbulkan komplikasi. Bakteri juga
tidak bisa menembus aliran darah dan komplikasi pun bisa dihindarkan. Dengan kata lain, karena
sudah divaksin BCG, anak hanya menderita TBC ringan (Anonim e, 2010).
3.
Lingkungan
Lingkungan yang kumuh dan padat akan
membuat penularan TBC berlangsung cepat. Untuk itulah mengapa lingkungan yang sehat dan kebersihan
makanan dan minuman sangat
perlu untuk dijaga (Anonim e, 2010).
2.2.
CORYNEBACTERIUM
DIPHTHERIAE
Difteri merupakan salah satu penyakit yang sangat menular
(contagious disease). Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri
Corynebacterium diphtheriae, yaitu kuman yang menginfeksi saluran pernafasan,
terutama bagian tonsil, nasofaring (bagian antara hidung dan faring/
tenggorokan) dan laring. Penularan difteri dapat melalui kontak hubungan dekat,
melalui udara yang tercemar oleh carier atau penderita yang akan sembuh, juga
melalui batuk dan bersin penderita.
Timbulnya lesi yang khas disebabkan oleh cytotoxin
spesifik yang dilepas oleh bakteri. Lesi nampak sebagai suatu membran asimetrik
keabu-abuan yang dikelilingi dengan daerah inflamasi. Tenggorokan terasa sakit,
sekalipun pada difteria faucial atau pada difteri faringotonsiler diikuti dengan kelenjar limfe yang membesar dan
melunak. Pada kasus-kasus yang berat dan sedang ditandai dengan
pembengkakan dan edema dileher dengan pembentukan membran pada trachea secara
ektensif dan dapat terjadi obstruksi jalan napas. Difteri hidung biasanya
ringan dan kronis dengan satu rongga hidung tersumbat dan terjadi ekskorisasi
(ledes). Infeksi subklinis (atau kolonisasi) merupakan kasus terbanyak. Toksin dapat
menyebabkan myocarditis dengan heart block dan kegagalan jantung kongestif yang
progresif, timbul satu minggu setelah gejala klinis difteri. Bentuk lesi pada
difteri kulit bermacam-macam dan tidak dapat dibedakan dari lesi penyakit kulit
yang lain, bisa seperti atau merupakan bagian dari impetigo.
Penderita difteri umumnya anak-anak, usia di bawah 15 tahun.
Dilaporkan 10 % kasus difteri dapat berakibat fatal, yaitu sampai menimbulkan
kematian. Selama permulaan pertama dari abad ke-20, difteri merupakan penyebab
umum dari kematian bayi dan anak – anak muda. Penyakit ini juga dijumpai pada
daerah padat penduduk dengan tingkat sanitasi rendah. Oleh karena itu, menjaga
kebersihan sangatlah penting, karena berperan dalam menunjang kesehatan kita.
Lingkungan buruk merupakan sumber dan penularan penyakit.
Sejak diperkenalkan vaksin DPT (Dyphtheria, Pertusis dan Tetanus), penyakit difteri mulai jarang dijumpai. Vaksin imunisasi difteri diberikan pada anak-anak untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh agar tidak terserang penyakit tersebut. Anak-anak yang tidak mendapatkan vaksin difteri akan lebih rentan terhadap penyakit yang menyerang saluran pernafasan ini.
Sejak diperkenalkan vaksin DPT (Dyphtheria, Pertusis dan Tetanus), penyakit difteri mulai jarang dijumpai. Vaksin imunisasi difteri diberikan pada anak-anak untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh agar tidak terserang penyakit tersebut. Anak-anak yang tidak mendapatkan vaksin difteri akan lebih rentan terhadap penyakit yang menyerang saluran pernafasan ini.
2.2.1.
Klasifikasi
Ilmiah Bakteri Corynebacterium diptheriae
Kingdom
: Bacteria
Filum
: Actinobacteria
Ordo
: Actinomycetales
Famili
:
Corynebacteriaceae
Genus
: Corynebecterium
Spesies :
Corynebacterium diphtheria
2.2.2.
Morfology Bakteri Corynebacterium
diptheriae
Merupakan
bakteri Gram positif berbentuk batang, panjang atau pendek, besar atau kecil,
polymorph, tidak berspora, tidak berkapsul, tidak bergerak, bergranula yang
terletak di salah satu atau kedua ujung badan bacteri. Pada pewarnaan menurut
Neisser, tubuh bakteri berwarna kuning atau coklat muda sedangkan granulanya
berwarna biru violet ( meta chromatis ). Preparat yang dibuat langsung dari
specimen yang baru diambil dari pasien, letaknya bakteri seperti huruf –
huruf L, V, W, atau tangan yang jarinya terbuka atau sering
di kenal sebagain susunan
sejajar,paralel , palisade atau sudut tajam huruf V, L, Y.
Diameter 0,5 – 1 µm dan
panjangnya 1 – 8 µm, menggembung pada satu ujungnya berbentuk ganda “club
shape”, berisi granula metakromatik. Babas berisi granula metakromatik ,
babes-ernest dengan pewarnaan neisser / metilen blue loeffler, tidak
punya spora, non motil basil, Gram positif , pleiomorfik, tidak tahan asam. Dinding
sel mengandung asam meso diaminopimelik, arabinosa, galaktosa, asam mikolik.
2.2.3.
Abstrak Corynebacterium diptheriae
Corynebacterium
diphtheriae merupakan makhluk anaerobik fakultatif dan gram positif, ditandai
dengan tidak berkapsul, tidak berspora, dan tak bergerak. Corynebacterium
diphtheriae terdiri dari 3 biovar, yaitu gravis, mitis, dan intermedius. Di
alam, bakteri ini terdapat dalam saluran pernapasan, dalam luka-luka, pada
kulit orang yang terinfeksi, atau orang normal yang membawa bakteri. Bakteri
yang berada dalam tubuh akan mengeluarkan toksin yang aktivitasnya menimbulkan
penyakit difteri. Bakteri ini biasanya menyerang saluran pernafasan, terutama
terutama laring, amandel dan tenggorokan. Penyakit ini sering kali diderita
oleh bayi dan anak-anak. Perawatan bagi penyakit ini adalah dengan pemberian
antitoksin difteri untuk menetralkan racun difteri, serta eritromisin atau
penisilin untuk membunuh bakteri difteri. Sedangkan untuk pencegahan bisa
dilakukan dengan vaksinasi dengan vaksin DPT.
2.2.4.
Epidemiologi
Di Eropa
bentuk yang ganas dari difteri, berhubungan dengan tipe strain gravis, dan
kebanyakan kematian berhubungan dengan group ini.
1.
Person (Orang)
Difteri dapat menyerang seluruh lapisan usia tapi paling sering menyerang
anak-anak yang belum diimunisasi. Penderita difteri umumnya anak-anak, usia di
bawah 15 tahun. Selama permulaan pertama dari abad ke-20, difteri merupakan
penyebab umum dari kematian bayi dan anak-anak muda.
Data menunjukkan bahwa setiap tahunnya di dunia ini terdapat 1,5 juta
kematian bayi berusia 1 minggu dan 1,4 juta bayi lahir akibat tidak mendapatkan
imunisasi. Tanpa imunisasi, kira-kira 3 dari 100 kelahiran anak akan meninggal
karena penyakit campak, 2 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena batuk
rejan. 1 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit tetanus. Dan
dari setiap 200.000 anak, 1 akan menderita penyakit polio.
2.
Place (Tempat)
Penyakit ini juga dijumpai pada daerah padat penduduk dengan tingkat
sanitasi rendah. Oleh karena itu, menjaga kebersihan sangatlah penting, karena
berperan dalam menunjang kesehatan kita. Lingkungan buruk merupakan sumber dan
penularan penyakit. Sejak diperkenalkan vaksin DPT (Dyphtheria, Pertusis dan
Tetanus), penyakit difteri mulai jarang dijumpai. Vaksin imunisasi difteri
diberikan pada anak-anak untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh agar tidak
terserang penyakit tersebut. Anak-anak yang tidak mendapatkan vaksin difteri
akan lebih rentan terhadap penyakit yang menyerang saluran pernafasan ini.
3.
Time (Waktu)
Penyakit difteri dapat menyerang siapa saja dan kapan saja tanpa mengenal waktu. Apabila kuman
telah masuk ke dalam tubuh dan tubuh kita tidak mempunyai system kekebalan
tubuh maka pada saat itu kuman akan berkembang biak dan berpotensi untuk
terjangkit penyakit difteri.
2.2.5.
Patofisiologi
Corynebacterium diptheriae adalah organisme yang minimal melakukan
invasive, secara umum jarang memasuki aliran darah, tetapi berkembang lokal
pada membrana mukosa atau pada jaringan yang rusak dan menghasilkan exotoxin
yang paten, yang tersebar keseluruh tubuh melalui aliran darah dan sistem
limpatik. Dengan sejumlah kecil toxin, yaitu biasanya telah bisa menimbulkan
kematian pada guinea pig.
Tahap-tahapan invasi Corynebacterium diptheriae :
1.
Tahap Inkubasi
Kuman difteri masuk ke hidung atau mulut
dimana baksil akan menempel di mukosa saluran nafas bagian atas, kadang-kadang
kulit, mata atau mukosa genital dan biasanya bakteri
berkembangbiak pada atau di sekitar permukaan selaput lendir mulut atau
tenggorokan dan menyebabkan peradangan. Bila bakteri sampai ke hidung,
hidung akan meler. Peradangan bisa menyebar dari tenggorokan ke pita suara
(laring) dan menyebabkan pembengkakan sehingga saluran udara menyempit dan
terjadi gangguan pernafasan.
Bakteri ini ditularkan melalui percikan ludah dari batuk
penderita atau benda maupun makanan yang telah terkontaminasi oleh
bakteri. Ketika telah masuk dalam tubuh, bakteri melepaskan toksin atau
racun. Toksin ini akan menyebar melalui darah dan bisa menyebabkan
kerusakan jaringan di seluruh tubuh, terutama jantung dan saraf.
Masa inkubasi penyakit difteri dapat
berlangsung antara 2-5 hari. Sedangkan masa penularan beragam, dengan penderita
bisa menularkan antara dua minggu atau kurang bahkan kadangkala dapat lebih
dari empat minggu sejak masa inkubasi. Sedangkan stadium karier kronis dapat
menularkan penyakit sampai 6 bulan.
2.
Tahap Penyakit Dini
Toksin biasanya
menyerang saraf tertentu, misalnya saraf di tenggorokan.
Penderita mengalami kesulitan menelan pada minggu pertama kontaminasi
toksin.Antara minggu ketiga sampai minggu keenam, bisa terjadi peradangan pada
saraf lengan dan tungkai, sehingga terjadi kelemahan pada lengan dan
tungkai.Kerusakan pada otot jantung (miokarditis) bisa terjadi kapan saja
selama minggupertama sampai minggu keenam, bersifat ringan, tampak sebagai kelainan
ringanpada EKG. Namun, kerusakan bisa
sangat berat, bahkan menyebabkan gagal jantung dan kematian
mendadak. Pemulihan jantung dan saraf berlangsung secara perlahan selama
berminggu-minggu. Pada penderita dengan tingkat kebersihan buruk, tak jarang difteri
juga menyerang kulit.
3.
Tahap
Penyakit lanjut
Pada serangan
difteri berat akan ditemukan pseudomembran, yaitu lapisan selaputyang
terdiri dari sel darah putih yang mati, bakteri dan bahan lainnya, di dekat amandel dan bagian tenggorokan yang lain. Membran
ini tidak mudah robek dan berwarna abu-abu. Jika membran dilepaskan
secara paksa, maka lapisan lendir dibawahnya akan berdarah. Membran inilah
penyebab penyempitan saluran udara atau secara tiba-tiba bisa terlepas dan
menyumbat saluran udara, sehingga anak mengalami kesulitan bernafas
2.2.6.
Gejala Klinik
1.
Panas`tinggi
2.
Sakit tenggorokan, batuk
3.
Adanya pseudomembran pada
daerah tonsil dan sekitarnya
4.
Conjungtiva
5.
Ulcers di kulit
6.
2.2.7.
Patogenesis
Di alam,
Corynebacterium diphtheriae terdapat dalam saluran pernapasan, dalam luka –
luka, pada kulit orang yang terinfeksi, atau orang normal yang membawa bakteri.
Bakteri disebarkan melalui droplet atau kontak dengan individu yang peka.
Bakteri kemudian tumbuh pada selaput mukosa atau kulit yang lecet, dan bakteri mulai
menghasilkan toksin. Pembentukan toksin ini secara in vitro terutama bergantung
pada kadar besi. Pembentukan toksin optimal pada kadar besi 0,14 µg/ml
perbenihan tetapi benar-benar tertekan pada 0,5 µg/ml. Faktor lain yang
mempengaruhi timbulnya toksin in vitro adalah tekanan osmotik, kadar asam
amino, pH, dan tersedianya sumber-sumber karbon dan nitrogen yang cocok.
Toksin difteri
adalah polipeptoda tidak tahan panas (BM 62.000) yang dapat mematikan pada
dosis 0,1 µg/kg. Bila ikatan disulfida dipecah, molekul dapat terbagi menjadi 2
fragmen, yaitu fragmen A dan fragmen B. Fragmen B tidak mempunyai aktivitas
tersendiri, tetapi diperlukan untuk pemindahan fragmen A ke dalam sel. Fragmen
A menghambat pemanjangan rantai polipeptida (jika ada NAD) dengan menghentikan
aktivitas faktor pemanjangan EF-2. Faktor ini diperlukan untuk translokasi
polipeptidil- RNA transfer dari akseptor ke tempat donor pada ribosom
eukariotik. Fragmen toksin A menghentikan aktivitas EF-2 dengan mengkatalisis
reaksi yang menhasilkan nikotinamid bebas ditambah suatu kompleks adenosin
difosfat-ribosa-EF-2 yang tidak aktif. Diduga bahwa efek nekrotik dan
neurotoksik toksin difteria disebabkan oleh penghentian sintesis protein yang
mendadak.
2.2.8.
Pemeriksaan
Corynebacterium diphtheriae
- Pra analitik
“ Pengambilan spesimen, penyimpanan, dan pengiriman ”
- Tujuan
Untuk mendapatkan spsimen usap tenggorok yang memenuhi persyaratan untuk
pemeriksaan baktriologik.
- Waktu pengambilan
Setiap saat terutama pada phase akut , sebaiknya sebelum pemberian antimokroba.
- Peralatan dan bahan
- Peralatan:
Spatula lidah
- Bahan:
1. Lidi kapas steril
2. Media transport (Amies/stuart Media)
3. Media isolasi (Agar darah, Agar Cystin Tellurite, Agar Loeffler)
4. Pewarna gram dan Neisser
- Prosedur pengambilan
a.
Penderita duduk
( kalau anak-anak dipangku)
b.
Penderita diminta membuka mulut
c.
Lidah ditekan dengan sptel liidah
d.
Masukkan lidi
kapas yang sudah dibasahi dengan saline steril hingga menyentuh dinding
belakang faring
e.
Usap kekiri dan
kanan dinding belakang faring dan tonsil lalu tarik keluar dengan hati-hati,
tanpa menyentuh bagian mulut yang lain.
f.
Masukkan lidi kapas ke dalam media transport
atau langsung tanam pada media isolasi (Agar darah, Agar Cystin Telluritee,
Agar Loeffler) dan di buat sediaan.
- Pemberian identitas
a.
Formulir permintaan
pemeriksaaan:
Surat pngantar atau formulir permintaan pemeriksaan laboratorium sebaiiknya
memuat secara lengkap :
1. Tanggal permintaan
2. Tanggal dan jam pengambilan specimen
3. Identitas pasien ( Nama, umurr, jenis kelamin, alamat, nomor rekam medik )
4. identtits pengirim ( nama, alamat, nomor telepon)
5. identits specimen ( jenis, volume, lokasi pengambilan)
6. pemeriksaan laboratorium yang di minta
7. nama pengambil spsimen
8. transport media
9. ketrangan klinis : diagnosis atau riwayat singkat pnyakit, riwayat pengobatan.
b.
Label
Wadah specimen yang dikirim ke laboratorium diberi label yang harus memuat
:
1.
Tanggal
pengambilan specimen
2.
Identitas
pasien
3.
Jenis Spesimen
c.
Penyimpanan
spesimen
Bila specimen tidak dapat di simpan pada heri yang sama, specimen disimpan
dalam refrigerator (20 – 80C).Untuk biakan
bakteri mikroaerofilik disimpan dalam
suasana CO2 5-10 % ( Sungkup lilin ).
d.
Pengiriman
spesimen
Pengiriman specimen dilakukan dengan menggunakan “ cool box “(20 – 80C).
kecuali jika waktu perjalanan yang diperlukan kurang dari 24 jam.
B.
ANALITIK
Terlepas dari hal itu, proses
analitik secara sistematis dan komprehensif adalah sebagai berikut :
1.
Cultur dan biokimia
Tumbuhnya aerob
dengan suhu optimum 370C, untuk dapat tumbuh dengan baik medianya
perlu diperkaya dengan darah atau serum.
a.
Blood Agar
Plate : Koloni kecil-kecil,putih keruh, smooth, cembung, haemolytis atau
anhaemolytis.
b.
Tellurite blood
agar plate : Koloni kecil-kecil, abu-abu
tengahnya hitam, hitam kelabu atau hitam seluruhnya, mengkilat, smooth, cembung
c.
Loeffler
Serum : Koloni subur, smooth, putih cream, sedikit cembung
d.
Nutrient
Agar
:Koloni kurus, smooth, putih dengan bercak hitam
e.
Media gula-gula
: Glucose : asam
Lactose : alkalis
Mannitol : alkalis
Sucrose : akalis
Trehalose : asam
Maltose : asam
f.
Catalase
Tes
: (+)
g.
Urea
hydrolysa :
(-)
h.
Motility :
(-)
i.
Nitrat
reduksi
: (+)
Bahan
pemeriksaan ditanam pada perbenihan di atas, kemudian di nkubasi 37°C selama 1
malam kecuali agar telurit selama 2 malam. Hasil biakan pada Loefler terlihat
koloni-koloni barwarna putih, selanjutnya dibuat preparat Albert atau Neisser.
Dari telurit cair ditanam pada loefler sebagai tanaman ulangan, dan pada agar
darah diperiksa adanya kuman-kuman pathogen lainnya.
2.
Isolasi dan
identifikasi Corynebacterium diptheriae
- Tujuan : Melakukan
isolasi dan identifikasi bakteri penyebab infeksi saluran pernapasan
bagian atas pada penderita dan pada carier.
- Peralatan : Inkubator, kaca objek, kaca penutup, lampu spiritus, mikroskop,
sengkelit, sungkup lilin.
- Media & Reagen :
Agar darah
Agar Loeffler
Agar Tellurite Agar Darah
Pewarnaan Gran
Pewarnaan
Neisser
Pewarnaan Albert
- Prosedur Pemeriksaan
Hapus tenggorokan, hapus hidung atau dari tempat lain yng mencurigakan Identifikasi
berdasarkan atas :
1.
Pemeriksaan
mikroskopik
2.
Pembiakan
3.
Uji biokimia
4.
Uji virulensi
3.
Pemeriksaan Mikroskopis dengan
pewarnaan gram dan neisser
a.
Cara Neisser.
Pada pewarnaan
ini diperlukan 3 macam larutan pulas yang masing-masing lazimnya disebut :
Neisser A, Neisser B dan Neisser C. Ketiga larutan pulas ini disimpan dalam
botol yang tersendiri.
· Larutan Neisser A :
Susunan : Methylen biru : 1 gram.
Alkohol 70% : 20
ml.
Asam acetat glaciale : 50 ml.
Aquadest
: 95 ml.
· Larutan Neisser B :
Susunan : Gentian violet : 1 gram.
Alkohol absolut : 10 ml.
Aquadest
: 300 ml.
Pemakaian : 2 bagian larutan
Neisser A + 1 bagian larutan Neisser B. Campuran ini dibuat mendadak dan
disebut juga Neisser I.
·
Larutan Neisser C (Neisser II).
Susunan : Chrysoidin : 1 gram
Alkohol panas
: 300 ml.
Atau
Bismark brown : 1
gram.
Aquadest panas : 500 ml.
Cara pewarnaan :
- Sediaan yang direkatkan digenangi dengan larutan Neisser I selama
kira-kira 20 detik.
- Sediaan dicuci pada pancuran air kran pelan-pelan.
- Bubuhi larutan Neisser II selama 30 detik.
- Larutan pulas pada objek gelas dibuang saja tanpa dicuci dengan air,
kemudian preparat dikeringkan dengan kertas saring.
- Periksa dengan mikroskop, hasil pewarnaan:
Badan bakteri (seperti batang) :
cokelat-muda.
Granula pada kedua ujungnya :
biru-hitam.
b.
Cara Albert.
Diperlukan 2 macam larutan pulas.
· Larutan I.
Susunan : Toluidin
biru : 0,15
gram.
Malachit hijau (Methyl hijau) : 0,20 gram.
Asam asetat glacial
: 1 ml.
Alkohol 95%
:
2 ml.
Aquadest
: 100 ml.
Zat warna dilarutkan dulu dalam alkohol, kemudian
tambah air dan akhirnya asam asetat glacial. Biarkan 24 jam, saring dan baru
dapat dipakai.
·
Larutan II.
Susunan : Jodium
: 2 gram.
Kalium Jodida : 3 gram.
Aquadest
: 300 ml.
(Pada modifikasi Jensen, larutan
II ini diganti dengan susunan larutan sbb : Jod 1 gram + KJ 2 gram dan aquadest
100 ml). Simpan dalam botol yang sawo matang.
Cara pewarnaan :
- Buat sediaan dan sesudah direkatkan, bubuhi dengan larutan I, biarkan
kira-kira 3-5 menit.
- Cuci dengan air kran, kemudian dibubuhi dengan larutan II, biarkan
kira-kira 1 menit.
- Larutan pulas pada objek gelas dibuang, keringkan dengan kertas
saring.
- Periksa dengan mikroskop dan hasil pewarnaan:
Bakteri (seperti batang) : hijau.
Granula atau kutubnya :
hitam kebiru-biruan.
4.
Pemeriksaan
Biakan
Dengan menggunakan Media antara
ain : Media Loeffler Agar, agar tellurite, agar darah, gula-gula, tellurite
cair, Blood Tellurite Agar.
- Loeffler : gunanya untuk menyuburkan bakteri sehingga bila dibuat
preparatakan tampak granula yang jelas.
- Blood Tellurite Agar : Media selektif differensial.
- Agar tellurit : gunanya untuk isolasi koloni-koloni Corynebacterium
diphtheriae yang selanjutnya ditanam pada gula-gula untuk difteri.
- Telurit cair : berguna sebagai media pengaya.
- Agar darah : gunanya untuk membiak kuman-kuman lainnya seperti
Streptococcus haemolyticus dan Staphylococcus aerus
- Gula-gula untuk difteri : glukosa serum dan sakarosa serum untuk
membedakan C. diptheri dengan kuman sejenis
Adapun proses pemeriksaan
bakterinya adalah sebagai berikut :
1.
Inokulasi
a)
Dari media
Transport maupun secara langsung specimen ditanam pada :
a.
Agar darah
untuk isolasi Corynebacterium diptheriae
b.
Agar Loeffler
untuk isolasi Corynebacterium diptheriae
c.
Tellurite Blood Agar untuk isolasi Corynebacterium diptheriae
b)
Inkubasi
- Agar darah pada suhu 35 –
370C dalam sungkup lilin selama 24 – 48 jam.
- Agar Cysttin Tellurite dan
Agar Loeffler pada suhu 35 – 370C selama 24 – 48 jam
c)
Amati
Pertumbuhan koloni pada media isolasi : Koloni yang tumbuh dilakukan pewarnaan
Neisser, bila dijumpai adanya granula dilanjutkan dengan uji identifikasi tes
biokimia dan tes virulensi.
5.
Tes biokimia
Koloni tersangka yang berwarna
abu-abu hitam pada agar telurit ditanam pada glukosa serum dan sakarosa serum
(atau bisa pula ditambahkan amylum), kemudian dieram pad suhu 370C selama 1 malam. Hasil pengamatan adalah
sebagai berikut :
Glukosa Sakarosa Amylum
C. diphteriae + – +/-
C. Xerosis
+ + +
C. hofmanii –
- -
6.
Tes virulensi
Tes ini digunakan untuk
mengetahui bakteri Corynobacterium diptheriae yang diisolasi adalah virulen
arena menghasilkan eksotoksin, yang dilakukan dengan dua cara, yakni :
- In vivo : Intrakutan
dan tes subkutan dengan menggunakan hewan percobaan yaitu Guinea
Pig
- In vitro : Tes elek-Ouchterlony
(gel difusi gel dari elek)
Caranya pada medium gel
yang mengandung serum, sebelum mengeras diletakan 1 strip kertas yang telah
dijenuhi dengan antitoksin pada tengah-tengah medium dan ditekan perlahan ke
bawah permukaan dengan pingset steril.Kemudian medium dibiarkan
mengeras.Setelah itu biakan dari bakteri difteri yang dicurigai digoreskan
menyilang dengan tegak lurus pada strip kertas.Perlu juga digoreskan biakan
bakteri sebagai control positif maupun negative.Setelah diinkubasi pada suhu 370C
seama 24 – 48 jam, dilihat ada tidaknya garis presipitasi yang terjadi pada
bakteri tes.
7.
Pembacaan dan
Interpretasi hasil
- Pemeriksaan Mikroskopis dengan pewarnaan Gram
Gram Positif Batang,
Panjang Pendek, Besar Kecil, polymorph, tidak berspora, tidak berkapsul, ada
pool korrel pada salah satu atau kedua ujungnya.
- Biakan
Koloni tersangka yang tumbuh pada media sebagai berikut :
- Blood Agar Plate : Koloni
kecil-kecil,putih keruh,smooth, cembung,haemolytis
atau anhaemolytis
- Tellurite blood agar : Koloni
kecil-kecil,abu-abu tengahnya hitam,hitam kelabu atau hitam
seluruhnya,mengkilat,smooth,cembung
- Loeffler Serum : Koloni
subur, smooth,putih cream, sedikit cembung
C.
Pasca analitik
- Melakukan sterilisasi terhadap berbagai alat-alat yang telah digunakan
agar dapat steril dan tidak mengkontaminasi benda-benda yang lain dengan
dimasukan ke dalam autoklaf
- Terhadap Media atau bahan-bahan hasil pemeriksaan yang infeksius
dilakukan pemusnahan dengan pembakaran panas tinggi , dengan menggunakan
incinerator.
- Mencuci tangan dengan sabun setelah memeriksa agar steril dari zat-zat
yang infeksius
SKEMA PEMERIKSAAN ISOLASI DAN IDENTIFIKASI
HARI
1 :
- Spesimen ditanam pada Blood agar plate dan Tellurite Blood agar plate
- Masuk incubator 370C selama 24 jam
HARI
2 :
Koloni yang tersangka
Corynobacterium diptheriae dibuat 2
preparat :
1. Satu dicat Gram
: untuk melihat adanya Gram (+) batang
2. Satu dicat Neisser atau Albert’s
Stain : untuk melihat adanya granula bakteri
Ditanam Subcultur di media Loeffler
Serum blood agar atau BHI agar.
HARI 3
Koloni yang
tumbuh di Loeffler Serum atau Blood agar atau BHI agar, di buat smear dicat
menurut Neisser atau Albert’s stain untuk melihat ada tidaknya granula/poalkorrel. Selain itu juga di tanam di
dalam media gula-gula dan media identifikasi yang lain. Masuk Inkubator 370C selama 24 jam.
HARI 4
Dibaca dan dicatat pertumbuhan
media gula dan media identifikasi. Setelah dilakukan tes kimia kemudian
dicocokan dengan sifat-sifat Culturil dan Biochemisnya, serta Morphologisnya
untuk menentukan diagnosisnya.
PENANGANAN
- Pencegahan
- Isolasi Penderita
Penderita difteria harus di isolasi dan
baru dapat dipulangkan setelah pemeriksaan sediaan langsung menunjukkan tidak
terdapat lagi Corynebacterium diphtheriae.
b.
Imunisasi
Pencegahan dilakukan dengan memberikan imunisasi DPT
(difteria, pertusis, dan tetanus) pada bayi, dan vaksin DT (difteria, tetanus)
pada anak-anak usia sekolah dasar.
c.
Pencarian dan
kemudian mengobati karier difteria
Dilakukan dengan uji Schick, yaitu bila hasil uji negatif
(mungkin penderita karier pernah mendapat imunisasi), maka harus diiakukan
hapusan tenggorok. Jika ternyata ditemukan Corynebacterium diphtheriae,
penderita harus diobati dan bila perlu dilakukan tonsilektomi.
- Pengobatan
Tujuan
pengobatan penderita difteria adalah menginaktivasi toksin yang belum terikat
secepatnya, mencegah dan mengusahakan agar penyulit yang terjadi minimal,
mengeliminasi C. diptheriae untuk mencegah penularan serta mengobati infeksi
penyerta dan penyulit difteria.
a. Pengobatan Umum
Pasien diisolasi sampai masa akut terlampaui dan biakan hapusan tenggorok negatif 2 kali berturut-turut. Pada umumnya pasien tetap diisolasi selama 2-3 minggu. Istirahat tirah baring selama kurang lebih 2-3 minggu, pemberian cairan serta diet yang adekuat. Khusus pada difteria laring dijaga agar nafas tetap bebas serta dijaga kelembaban udara dengan menggunakan humidifier.
Pasien diisolasi sampai masa akut terlampaui dan biakan hapusan tenggorok negatif 2 kali berturut-turut. Pada umumnya pasien tetap diisolasi selama 2-3 minggu. Istirahat tirah baring selama kurang lebih 2-3 minggu, pemberian cairan serta diet yang adekuat. Khusus pada difteria laring dijaga agar nafas tetap bebas serta dijaga kelembaban udara dengan menggunakan humidifier.
b.
Pengobatan Khusus
·
Antitoksin : Anti Diptheriar Serum
(ADS)
Antitoksin harus diberikan segera
setelah dibuat diagnosis difteria. Dengan pemberian antitoksin pada hari
pertama, angka kematian pada penderita kurang dari 1%. Namun dengan penundaan
lebih dari hari ke-6 menyebabkan angka kematian ini bisa meningkat sampai 30%.
Sebelum pemberian ADS harus dilakukan uji kulit ( Shick Test )atau uji mata
terlebih dahulu. Uji
Shick test bertujuan untuk mendeteksi kerentanan tubuh terhadap penyakit
difteri.
·
Antibiotik
Antibiotik diberikan bukan sebagai pengganti antitoksin, melainkan untuk membunuh bakteri dan menghentikan produksi toksin. Pengobatan untuk difteria digunakan eritromisin , Penisilin, kristal aqueous pensilin G, atau Penisilin prokain.
Antibiotik diberikan bukan sebagai pengganti antitoksin, melainkan untuk membunuh bakteri dan menghentikan produksi toksin. Pengobatan untuk difteria digunakan eritromisin , Penisilin, kristal aqueous pensilin G, atau Penisilin prokain.
·
Kortikosteroid
Dianjurkan pemberian kortikosteroid pada kasus difteria yang disertai gejala.
Dianjurkan pemberian kortikosteroid pada kasus difteria yang disertai gejala.
c. Pengobatan
Penyulit
Pengobatan terutama ditujukan untuk
menjaga agar hemodinamika tetap baik. Penyulit yang disebabkan oleh toksin
umumnya reversibel. Bila tampak kegelisahan, iritabilitas serta gangguan
pernafasan yang progresif merupakan indikasi tindakan trakeostomi.
d. Pengobatan
Kontak
Pada anak yang kontak dengan pasien
sebaiknya diisolasi sampai tindakan berikut terlaksana, yaitu biakan hidung dan
tenggorok serta gejala klinis diikuti setiap hari sampai masa tunas terlampaui,
pemeriksaan serologi dan observasi harian. Anak yang telah mendapat imunisasi
dasar diberikan booster toksoid difteria.
e.
Pengobatan
Karier
Karier adalah mereka yang tidak
menunjukkan keluhan, mempunyai uji Schick
negatif tetapi mengandung basil difteria dalam nasofaringnya. Pengobatan yang
dapat diberikan adalah penisilin 100 mg/kgBB/hari oral/suntikan, atau
eritromisin 40 mg/kgBB/hari selama satu minggu. Mungkin diperlukan tindakan
tonsilektomi/adenoidektomi.
.
III
PENUTUP
3.1.
KESIMPULAN
Bakteri yang memasuki tubuh melalui saluran pernafasan
merupakan bahan ajar kuliah yang harus dipelajari dan didalami materinya
sehingga dapat diketahui sifatnya terhadap tubuh, diharapkan dapat mencegah
penyebarannya serta ditemukan pengembangan-pengembangan terhadap pengobatannya,
khususnya bakteri patogen mycobacterium tuberculosis dan corynebacterium
diphteriae. Dalam makalah ini dibahas secara lugas mengenai gambaran umum
maupun khusus terhadap bakteri tersebut meliputi identifikasi bakteri,
penatalaksanaan jika terinfeksi, pengobatan maupun paparan tentang pemeriksaan
laboratorium.
3.2.
SARAN
Dengan adanya penyusunan makalah ini diharapkan agar para
pembaca dapat memahami materi bakteri patogen yang menginfeksi saluran
pernafasan. Agar lebih menguasai materi tentang topik tersebut dan mengetahui
cara pencegahan dari penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang menginvasi
sistem saluran pernafasan serta cara
pengobatannya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim a. 2007. TUBERKULOSIS.
http://www.infeksi.com/index.php? Diakses padatanggal 23 Maret 2010.
Anonim b. 2010. Gejala Klinis TBC.
http://daimanshare.com/. Diakses pada tanggal 23Maret 2010
Anonim c . 2010. Tuberculosis.
http://www.Infeksi.com/tuberculosis. Diakses pada tanggal23 Maret 2010
Anonim e. 2010. Ayo Tangkal
TBC.http://www. nakita.com. Diakses pada tanggal 23Maret 2010
Avicenna.2009.Tuberculosis Paru (TB
Paru).http://www.rajawana.com/home-mainmenu-1.html. Diakses pada tanggal 23
Maret 2010Indah.2010.
Jawetz, E., 1996, Mikrobiologi Kedokteran, EGC,
Jakarta.
Oswari, E., 1991. Penyakit dan Penanggulangannya,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Palit, epiphani. 2010. Membaca Genom
Bakteri “MTB”. http: //www. pikiranrakyat.com. Diakses pada tanggal 23 Maret
2010
Pratiwi, Sylvia. 2008. Mikrobiologi
Farmasi. Erlangga. Bandung
Wikipedia. 2010. Mycobacterium
tuberculosis. http://www.wikipedia.org Diakses padatanggal 23 Maret 2010.
Soemarno.Isolasi dan Identifikasi Bakteri
Klinik.Aademi Analis Kesehatan Yogjakarta Departemen Kesehatan Republik
Indonesia : Yogjakarta
Tim Mikrobiologi.2003.Bakteriologi Medik.Bayumedia
Publishing: Malang
World TB Day 2009 : STOP TB.
http://www.Indosiar.com. Diakses padatanggal 23 Maret 2010
0 Response to "BAKTERI PENYEBAB PENYAKIT SALURAN PERNAFASAN"
Post a Comment