BAB I
Pendahuluan
A.
Latar
Belakang
Asam secara paling sederhana didefinisikan sebagai zat
yang bila dilarutkan dalam air, mengalami disosiasi dengan pembentukan ion
hidrogen sebagai ion positif. Sedangkan basa secara paling sederhana didefinisikan
sebagai zat yang bila dilarutkan dalam air, mengalami disosiasi dengan
pembentukan ion OH- sebagai ion negatif.
Kesetimbangan asam basa merupakan suatu topik yang sangat
penting dalam kimia dan bidang-bidang lain yang mempergunakan kimia, seperti
biologi, kedokteran dan pertanian. Titrasi yang menyangkut asam dan basa sering
disebut asidimetri – alkalimetri. Sedangkan untuk titrasi atau pengukuran
lain-lain sering juga dipakai akhiran –ometri menggantikan –imetri. Kata metri
berasal dari bahasa Yunani yang berarti ilmu atau proses atau seni mengukur.
Pengertian asidimetri dan alkalimetri secara umum ialah titrasi yang menyangkut
asam dan basa.
Pereaksi atau larutan yang selalu dijumpai di
laboratorium dimana pembakuannya dapat ditetapkan berdasarkan pada prinsip
netralisasi asam-basa (melalui asidi-alkalimetri) diantaranya adalah HCl, H2SO4,
NaOH, KOH dan sebagainya. Asam dan basa tersebut memiliki sifat-sifat yang
menyebabkan konsentrasi larutannya sukar bahkan tidak mungkin dipastikan langsung
dari proses hasil pembuatan atau pengencerannya. Larutan ini disebut larutan
standar sekunder yang konsentrasinya ditentukan melalui pembakuan dengan suatu
standar primer.
Asidi-alkalimetri berperan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Oleh karena
itu, untuk lebih memahami konsep peniteran asidi-alkalimetri dan mengetahui
konsentrasi standar dari zat yang dianalisa maka perlu dilakukan peniteran
dengan menggunakan suatu standar primer, misalnya larutan asam oksalat.
BAB II
Pembahasan
A.
Penjelasan
Alkalimetri
Alkalimetri
berasal dari 2 kata yaitu (alkali = basa dan metri = pengukuran) jadi dapat
diartikan bahwa alkalimetri adalah proses titrasi untuk penetapan asam dengan
standar basa sebagai alat ukurnya. Alkalimetri melibatkan titrasi asam-basa
yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah (asam bebas)
dengan suatu basa standar (alkalimetri). Bersenyawanya ion hydrogen dan ion
hidroksida akan membentuk air sebagai hasil akhir dari reaksi ini.
Alkalimetri adalah asam yang terbentuk dari hidrolisis garam
yang berasal dari basa lemah (asam bebas) dengan suatu basa standard (larutan
bakunya berupa basa).
(Jr,
R A Day dan underwood, A L, kimia Analsia kuantitatif, Erlangga,
Jakarta,1986)
Alkalimetri
menggunakan reaksi titrasi yaitu suatu larutan ditambahkan dengan menggunakan
buret sedikit demi sedikit sampai jumlah zat-zat yang direaksikan menjadi
ekivalen satu sama lain. Larutan yang ditambahkan menggunakan buret disebut
titran sedangkan larutan yang ditambahkan titran disebut titrat. Pada saat
ekivalen, penambahan titran harus dihentikan.
Berikut
gambar proses titrasi :
Untuk mengetahui
keadaan ekivalen dalam proses alkalimetri, diperlukan suatu zat yang
dinamakan indikator asam basa. Indikator
asam basa adalah zat yang berubah warna atau membentuk kekeruhan pada suatu
range(trayek) pH tertentu. Indikator asam basa terletak pada titik ekivalen dan
ukuran dari pH. Zat-zat indicator dapat berupa asam atau basa, larut, stabil
dan menunjukkan perubahan warna yang kuat serta biasanya adalah zat organik.
Perubahan warna disebabkan oleh resonansi isomer electron. Berbagai indicator
mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda dan akibatnya mereka menunjukkan warna
pada range(trayek) pH yang berbeda.(Keenan.2002)
Untuk penambahan indicator,
diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya adalah dua hingga tiga tetes. Untuk
memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat
mungkin dengan titik ekivalen, hal ini dapat dilakukan dengan memilih indikator
yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan. Pada umumnya, titik
ekivalen sulit untuk diamati, yang mudah diamati adalah titik akhir yang dapat
terjadi sebelum atau sesudah titik ekivalen tercapai. Titrasi harus dihentikan
pada saat titik akhir titrasi tercapai yang ditandai dengan perubahan warna
pada indicator. Titik akhir titrasi tidak selalu berimpit dengan titik
ekivalen. Jadi, dengan pemilihan indicator yang tepat maka kita dapat
meminimalisir kesalahan saat proses titrasi.
Bila suatu indikator pH digunakan untuk menunjukkan titik
akhir titrasi, maka harus dipenuhi syarat-syarat berikut ini:
1. Indikator harus berubah warna tepat
pada saat titran menjadi ekivalen dengan titrat agar tidak terjadi kesalahan
titrasi.
2. Perubahan warna itu harus terjadi
dengan mendadak, agar tidak ada keragu-raguan tentang kapan titrasi harus
dihentikan atau dilanjutkan.
Untuk memenuhi pernyataan (1), maka trayek indikator harus
mencakup pH larutan pada titik ekivalen atau sangat mendekatinya sedangkan
untuk memenuhi pernyataan (2), maka trayek indikator tersebut harus memotong
bagian yang sangat curam dari kurva.
B. Indikator-Indikator
Asam-Basa
Indikator adalah suatu zat yang mempunyai warna dalam
keadaan asam dan basa berlainan. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk
mendeteksi suatu asam atau basa adalah menggunakan kertas lakmus. Kertas lakmus
merah akan berubah menjadi biru oleh basa sedangkan lakmus biru akan berubah
menjadi merah oleh asam. Beberapa indikator seperti Fenolftalein, Methyl
orange, Bromtimol biru dan lain lain umum digunakan untuk menentukan keasaman
dalam titrasi asam-basa (Brady,1999).
Asam dapat didefinisikan sebagai senyawa yang dapat melepas
ion H+ dalam larutan dan basa sebagai senyawa yang dapat menerima
ion H+. Suatu indikator jika ditambahkan pada suatu larutan akan
merespon keadaan ion H+ dalam medium dengan terjadinya perubahan
warna. Hal ini terjadi karena kemikalia pada indikator dapat berionisasi dalam
larutan. Indikator-indikator yang berbeda berubah warna pada nilai PH yang
berbeda (Salamah,2012).
(Underwood,1990).
Berikut
cara kerja indicator :
·
Lakmus
Lakmus adalah
asam lemah. Lakmus memiliki molekul yang sungguh rumit yang akan kita
sederhanakan menjadi HLit. “H” adalah proton yang dapat diberikan kepada yang
lain. “Lit” adalah molekul asam lemah. Tidak dapat dipungkiri bahwa akan
terjadi kesetimbangan ketika asam ini dilarutkan dalam air. Lakmus yang tidak
terionisasi berwarna merah akan tetapi ketika terionisasi lakmus akan berubah
warna menjadi biru
·
Jingga Metil (Methyl Orange)
Indikator
Methyl Orange merupakan indikator asam-basa yang berwarna merah dalam suasana
asam dan berwarna jingga dalam suasana basa, dengan trayek pH 3,1 – 4,4. Penggunaan
Methyl orange dalam titrasi:
1. Tidak dapat digunakan untuk titrasi
asam kuat oleh basa kuat, karena pada titik ekuivalen tidak tepat memotong pada
bagian curam dari kurva titrasi, hal ini disebabkan karena titrasi ini saling
menetralkan sehingga akan berhenti pada PH 7.
2. Titrasi asam lemah oleh basa kuat
jelas tidak boleh digunakan karena PH +9 untuk konsentrasi 0,1 M.
3. Titrasi basa lemah oleh asam kuat
dapat dipakai tetapi harus hati-hati. Titrasi harus dihentikan jika sudah
terjadi perubahan warna.
4. Titrasi garam dari asam lemah oleh
asam kuat. Methyl orange dapat dipakai tetapi titrasi harus dihentikan setelah
warna berubah (Pangganti,2012).
·
Fenolftalein(PP)
Fenolftalein
adalah indikator titrasi yang lain yang sering digunakan dan fenolftalein ini
merupakan bentuk asam lemah yang lain. Indikator ini banyak digunakan karena
harganya murah. Indikator PP tidak berwarna dalam bentuk HIn (asam) dan
berwarna merah jambu dalam bentuk In– (basa). Penggunaan PP dalam titrasi:
1. Tidak dapat digunakan untuk titrasi
asam kuat karena pada titik ekuivalen tidak tepat memotong pada bagian curam
dari kurva titrasi. Hal ini disebabkan karena titrasi ini saling menetralkan
sehingga akan berhenti pada PH 7. Sedangkan warna berubah pada PH 8.
2. Titrasi asam lemah oleh basa kuat
boleh digunakan karena pada PH +9 untuk konsentrasi 0,1 M.
3. Titrasi basa lemah oleh asam kuat
tidak dapat dipakai.
4. Titrasi garam dari asam lemah oleh
asam kuat PP tidak dapat dipakai. Trayek PH tidak sesuai dengan titik ekuivalen
(Pangganti,2012).
·
Metil
Merah (Methyl Red)
Indikator methyl Red adalah indikator asam basa yang
memiliki trayek pH 4,2 – 6,3 dengan berwarna merah dalam suasana asam dan
berwarna kuning dalam suasana basa. Penggunaan MR dalam titrasi:
1. Asam kuat dengan basa kuat tidak
dapat dipakai karena pada PH 6,3 sudah terjadi perubahan belum mencapai PH 7.
2. Asam lemah dengan basa kuat jelas
tidak boleh digunakan karena titik ekuivalen pada PH +9.
3. Basa lemah dengan asam kuat tidak disarankan
untuk dipakai karena titik ekuivalen pada PH 7 sedangkan indikator bau berubah
pada PH 6,3.
4. Basa kuat dengan asam kuat tidak
baik karena sebelum pada titik ekuivalen PH +5 indikator sudah berubah
warnanya.
5. Garam asam lemah dari asam kuat
tidak baik karena sebelum pada titik ekuivalen PH +5 indikator sudah berubah
warnanya (Pangganti,2012).
·
Bromtimol
Biru (Bromthymol Blue)
Indikator BTB atau biru bromtimol dalam larutan asam
berwarna kuning dan dalam larutan basa berwarna biru. Warna dalam keadaan asam
disebut warna asam dan warna dalam keadaan basa disebut warna basa. Trayek PH
pada 6,0-7,6. Penggunaan BTB dalam titrasi:
1. Asam kuat dengan Basa kuat, dapat
dipakai dan paling ideal, dengan kesalahan titrasi yang kecil. Titrasi mencapai
pH 7 dengan warna hijau. Ini berarti larutan yang semula kuning berubah jadi
hijau. Tak perlu sampai jadi biru.
2. Asam lemah dengan Basa kuat. Kurang
baik karena trayek pH tidak seluruhnya memotong bagian curam di kurva, sehingga
penambahan setetes titran tidak dapat mengubah warna larutan dari warna kuning
menjadi biru. Titrasi harus segera dihentikan pada saat mulai tampak warna
biru.
3. Basa lemah dengan Asam kuat tidak
baik karena terlalu awal warna timbul.
4. Garam dari Asam lemah oleh Asam
kuat. Tidak baik karena terlalu awal warna timbul (Pangganti,2012).
·
p-nitrofenol
p-nitrofenol
merupakan asam lemah. Bentuk tak terurai p-nitrofenol tidak berwarna,
tetapi anionnya yang mempunyai suatu sistem pengubah ikatan tunggal dan ganda
(sistem terkonjugat), berwarna kuning. Molekul-molekul atau ion-ion yang
mempunyai sistem terkonjugat tersebut menyerap sinar berpanjang gelombang lebih
panjang ketimbang molekul-molekul sebanding yang tidak ada system
terkonjugatnya. Sinar yang diserap sering kali berada pada bagian tampak
dari spektrum , sehingga molekul atau ion tersebut berwarna (Underwood,1990).
C. Karakteristik
Larutan Standar Primer
Larutan standar adalah larutan yang mngandung
reagensia dengan bobot diketahui dalam suatu volume tertentu dalam suatu
larutan. Suatu zat standar harus memenuhi syarat seperti di bawah ini:
o
Zat
harus mudah di peroleh, mudah di murnikan, mudah di keringkan(sebaiknya pada
suhu 100-120oC )
o
Zat
harus mempunyai ekivalen tinggi, sehingga sesatan penimbangan dapat di abaikan.
o
Zat
harus mudah larut pada kondisi-kondisi dalam mana ia di gunakan.
o
Zat
harus dapat di uji terhadap zat-zat pengotor dengan uji-uji kualitatif atau
uji-uji lain yang kepekaannya di ketahui (jumlah total zat-zat pengotor,
umumnya tak boleh melebihi(0,01-0,02%)
o
Reaksi
dengan larutan standar itu harus stoikiometrik dan praktis sekejap atau sesatan
titrasi dapat di abaikan atau mudah di tetapakan dengan cermat dengan
eksperimen.
o
Zat
harus tidak berubah dalam udara selama
penimbangan, kondisi-kondisi ini mengisyaratkan bahwa zat tidak boleh
higroskopik, tidak pula teroksidasi oleh udara atau di pengaruhi oeh
karbondioksida. Standar ini harus di jaga agar komposisinya tidak berubah selama
penyimpanan.
(Jr, R A Day dan underwood, A L, kimia
Analsia kuantitatif, Erlangga, Jakarta,1986)
D. Jenis-Jenis
Titrasi Asam Basa
Titrasi
asam basa terbagi menjadi 5 jenis yaitu :
·
Asam
kuat - Basa kuat
Contoh
: Asam kuat : HCl & Basa kuat : NaOH
Persamaan
Reaksi :
Ø HCl + NaOH →
NaCl + H2O
Reaksi
ionnya :
Ø H+ + OH- →
H2O
Ex : Titrasi asam kuat(titrat)
dengan basa kuat(titran) (100 mL HCl 0,1 M dengan NaOH 0,1 M)
Kurva asam kuat dengan basa kuat dapat dilihat pada
gambar diatas. pH sebelum NaOH =1, setelah penambahan 10 ml NaOH pH menjadi 1,37. Penambahan
25 ml NaOH pH = 7 karena terjadi titik ekuivalen yang menyebabkan larutan garam
NaCl bersifat netral. Penambahan 26 ml NaOH berubah drastic menjadi 11,29.
Garam NaCl yang terbentuk dari asam kuat dan basa kuat yang merupakan
elektrolit kuat tidak akan terhidrolisis karena larutannya bersifat netral
(pH=7).
·
Asam
kuat - Basa lemah
Contoh
: Asam kuat : HCl & Basa lemah : NH4OH
Persamaan
reaksi :
Ø HCl
+ NH4OH è
NH4Cl +
H2O
Reaksi ionnya :
Ø H+
+ NH4OH è
H2O +
NH4+
Ex : Titrasi asam kuat dengan basa
lemah (100 mL HCl 0,1 M dengan NH4OH 0,1M)
Sebelum penambahan NH3, pH =1, setelah
penambahan 10 ml NH3, pH =1,37, penambahan 25
ml NH3, pH=5,15 yang merupakan titik ekuivalen. Penambahan 26 ml NH3,
pH berubah sedikit yaitu 6,1. Penambahan sedikit basa maka pH garam hamper tidak
berubah, sehingga merupakan larutan penyangga. Titik ekuivalen terjadi pada pH
7 karena garam yang terbentuk mengalami hidrolisis sebagian yang bersifat asam.
·
Asam
lemah - Basa kuat
Contoh
: Asam lemah : CH3COOH & Basa kuat : NaOH
Persamaan
reaksi :
Ø CH3COOH + NaOH
è NaCH3COO + H2O
Reaksi ionnya :
Ø H+
+ OH- è
H2O
Ex
:
Titrasi asam lemah dengan basa kuat (100 mL CH3COOH 0,1
M dengan NaOH 0,1 M).
Penambahan 10 ml NaOH, pH berubah menjadi 4,58,
penambahan 25 ml terjadi titik ekuivalen pada pH = 8,72. Penambahan 26 ml NaOH
pH =10,29. Pada grafik diatas, penambahan sedikit basa maka pH akan naik sedikit
sehingga termasuk larutan penyangga. Titik ekuivalen diperoleh pada pH >7.
Hal itu disebabkan garam yang terbentuk mengalami hidrolisis sebagian yang bersifat
basa.
·
Asam
kuat - Garam dari asam lemah
Contoh
: Asam kuat : HCl & Garam dari asam lemah : NH4BO2
Persamaan
reaksi :
Ø HCl
+ NH4BO2 è
HBO2 +
NH4Cl
Reaksi ionnya :
Ø H+
+ BO2- è
HBO2
·
Basa
kuat - Garam dari basa lemah
Contoh
: Basa kuat : NaOH & Garam dari basa lemah : CH3COONH4
Persamaan
reaksi :
Ø NaOH
+ CH3COONH4 è CH3COONa
+ NH4OH
Reaksi ionnya :
Ø OH-
+ NH4- è
NH4OH
E. Contoh
Soal :
1.
Hitunglah kemolalan larutan yang dibuat
dengan melarutkan 10 gram urea dalam 100 gram air ! ( Ar C = 12 ; Ar H = 1 dan
Ar O = 16)
2.
Hitunglah jumlah mol zat yang
dihasilkan dari 2,4 gram Mg yang direaksikan dengan asam sulfat(H2SO4) ! (Ar
Mg=24)
3.
Apabila 100 ml H2SO4 0,1
M dicampurkan dengan 400 ml larutan NaOH 0,1 M,tentukan banyaknya NaOH sisa dan
hasil reaksinya !
4.
Tentukan kadar asam asetat pada cuka
makan, bila 10 ml cuka diencerkan tepat 100 ml dan sebanyak 20 ml cuka encer
tersebut dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 M sebanyak 30 ml ! (ρ = 1 gram/ml, Mr CH3COOH =60)
Jawaban
:
1.
m =
=
2.
Mg(S)
+ H2SO4(aq) → MgSO4(aq) + H2(g)
Mg
yang bereaksi =
MgSO4
yang terbentuk =
H2
yang terbentuk =
3. mol H2SO4 mula-mula
= 100 ml x 0,1 M = 10 mmol
Mol NaOH
mula-mula = 400 ml x 0,1 M = 40 mmol
H2SO4(aq) + 2NaOH(aq)
→ Na2SO4(aq) + 2H2O(aq)
Mula- mula :
10 mmol 40 mmol - -
Bereaksi : 10 mmol 20
mmol 10 mmol 20 mmol
_______________________________________________________-
Sisa
: - 20
mmol 10 mmol 20 mmol
Sehingga
hasil akhir reaksi = 10 mmol Na2SO4
sisa pereaksi
= 20 mmol NaOH
4. Pengenceran cuka
Cuka sebelum
diencerkan = V1, M1
Cuka sesudah
diencerkan = V2, M2
V1 x
M1 = V2 xM2
10 x M1 =
100 x M2
M1
= 10 M2 .......... (1)
Titrasi
Asam cuka = VA, MA,
nA
NaOH = VB,
MB, nB
Rumus
penetralan :
VA x MA
X nA = VB x MB x nB
20 x MA
x 1 = 30 x 0,1 x 1
MA = 0,15 M......(2)
Dimana MA = M2 = 0,15 M, subtitusi
persamaan (1)
M1 = 10 M2 = 10 x 0,15 M
M1 = 1,5 M
% cuka =
F. Metode
analisa titrasi asam basa
Titrasi asam basa dapat memberikan
titik akhir yang cukup tajam dan untuk itu, digunakanlah pengamatan dengan
indicator bila pH pada titik 4-10. Demikian juga titik akhir titrasi akan tajam
pada titrasi asam atau basa lemah jika penitrasian tetapan disosiasi asam lemah
besar dari 104. Pada reaksi asam basa, proton ditransfer dari satu molekul ke
molekul yang lain.
Dalam alkalimetri, 1 ekivalen asam atau basa ialah sebanyak
senyawa ini yang dapat melepas 1 mol ion H+. Proses untuk menentukan banyaknya
ekivalen asam dibutuhkan untuk menetralkan volume larutan basa atau sebaliknya
disebut titrasi sehingga jumlah ekivalen asam = jumlah ekivalen basa.
G. Teori
yang mendukung alkalimetri
Adapun teori yang mendukung
alkalimetri, yaitu :
1.
Teori Arrhenius (Teori Asam Basa)
Menurut
Arrhenius (1884), asam adalah zat yang melepaskan ion H+ atau H3O+ dalam
air. Sedangkan basa adalah senyawa yang melepas ion OH- dalam air. Di dalam air, ion H+ tidak berdiri
sendiri, melainkan membentuk ion dengan H2O.
Ø H+
+ H2O à H3O+ (ion hidronium)
Berdasarkan jumlah ion H+ yang dapat
dilepaskan, asam dapat terbagi menjadi 3, yaitu:
1) Asam monoprotik à melepaskan 1 ion H+
Contoh : asam klorida
(HCL)
HCL à H+(aq)
+ Cl-(aq)
2) Asam
diprotik à melepaskan 2 ion H+
Contoh : asam sulfat
(H2SO4)
H2SO4 à H+(aq)
+ HSO4-(aq)
H2SO4- à H+(aq)
+ SO42-(aq)
3) Asam
triprotik à melepaskan 3 ion H+
Contoh : asam fosfat
(H3PO4)
H3PO4 à H+(aq)
+ H2PO4-(aq)
H2PO4- à
H+(aq) + HPO42-(aq)
HPO42- à
H+(aq) + PO43-(aq)
Bila asam dan basa direaksikan maka
produk yang akan terbentuk adalah senyawa netral (yang disebut garam) dan air.
Reaksi ini disebut sebagai reaksi pembentukan garam atau reaksi penetralan yang
akan mengurangi ion H+ dan OH- serta menghilangkan sifat asam dan basa dalam
larutan secara bersamaan. Jika asam yang bereaksi dengan basa adalah asam poliprotik
maka akan dihasilkan lebih dari satu jenis garam. Misalnya pada rekasi antara
NaOH dengan H2SO4.
Ø NaOH +
H2SO4 à NaHSO4
+ H2O
Ø NaHSO4 +
NaOH à Na2SO4
+ H2O
Senyawa
NaHSO4 disebut sebagai garam asam yaitu garam yang tebentuk dari penetralan
parsial asam poliprotik. Garam asam bersifat asam sehingga dapat bereaksi
dengan basa membentuk produk garam lain yang netral dan air.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa menurut teori Arrhenius “asam basa adalah suatu zat
yang bila dilarutkan ke dalam air berdisosiasi akan menghasilkan ion hydrogen
sebagai ion positif dan ion hidroksi sebagai ion negatifnya.”
2.
Teori Bronsted – Lowry ( Teori Asam
Basa)
Teori Bronsted –
Lowry memperkenalkan adanya zat yang dapat bersifat asam maupun basa yang
disebut sebagai zat amfoter. Contohnya adalah air. Di dalam larutan basa, air
akan bersifat asam dan mengeluarkan ion positif (H3O+). Sedangkan dalam larutan
asam, air akan bersifat basa dan mengeluarkan ion negatif (OH-).
Pada tahun 1923,
Bronsted – Lowry mengungkapkan bahwa sifat asam – basa ditentukan oleh
kemampuan senyawa untuk melepas atau menerima proton (H+). Menurut Bronsted –
Lowry, asam adalah senyawa yang memberi proton (H+) kepada senyawa lain. Contoh
:
Ø HCL
+ H20 è
H30+ + Cl-
Sedangkan
basa adalah senyawa yang menerima proton (H+) dari senyawa lain. Contoh :
Ø NH3
+ H20 è
NH4+ + OH-
Dalam
larutan, asam atau basa lemah akan membentuk kesetimbangan dengan pelarutnya,
misalnya HF dalam pelarut air dan NH3 dalam air.
Ket
:
Pasangan a1 – b2 dan a2 – b1 merupakan pasangan asam
– basa konjugasi. Di mana :
v Asam
konjugasi : asam yang terbentuk dari basa yang menerima proton
v Basa
konjugasi : basa yang terbentuk dari asam yang melepas proton
Jadi dapat disimpulkan
bahwa Bronsted – Lowry menyatakan “asam adalah suatu zat yang cenderung melepas
proton sedangkan basa adalah zat yang menerima proton.”
3.
Teori
Lewis (Teori Asam Basa)
Lewis
mengelompokkan senyawa sebagai asam dan basa menurut kemampuannya melepaskan
atau menerima elektron. Menurut Lewis :
v Asam
: senyawa yang mendonorkan pasangan electron
senyawa
dengan electron valensi < 8
v Basa
: senyawa yang mendonorkan pasangan
electron
mempunyai pasangan
electron bebas
Contoh : reaksi antara NH3
dan BF3
Ø H3N + BF3 è
H3NaBF3
Nitrogen
mendonorkan pasangan electron bebas kepada boron. Pasangan electron bebas yang
didonorkan ditandai dengan tanda panah antara atom nitrogen dan atom boron .
Kelebihan
dari teori Lewis adalah dapat menjelaskan reaksi penetralan yang dilakukan
tanpa air, misalnya pada reaksi antara Na2O dan SO3. Menurut Arrhenius, reaksi
penetralan ini harus dilakukan dalam air.
Ø Na2O + H2O è
2 NaOH
Ø SO3 + H2O è
H2SO4
Ø 2
NaOH +
H2SO4 è
2 H2O +
Na2SO4
Berbeda
dari teori Arrchenius dan Bronsted-Lowry, menurut teori Lewis “asam adalah
akseptor electron sedangkan basa adalah donor electron”.
H.
Prinsip
Metode Titrasi Asam-Basa
Dalam metode titrasi asam basa, larutan uji atau larutan
standar ditambahkan secara eksternal, biasanya dari dalam buret. Bentuk larutan
standar ini ditentukan sampai telah dicapai kesetaraan secara kimia dengan
larutan sekunder yang telah diuji. Untuk mengetahui kapan penambahan larutan
standar itu harus dihentikan, digunakan suatu zat yang berupa indikator.
Analisa
perhitungan molaritas larutan dilakukan pada saat sudah terjadi kesetaraan dan
proses penetesan larutan penguji dihentikan.
Tidak semua pereaksi dapat digunakan sebagai titran, untuk
itu pereaksi harus memenuhi syarat-syarat seperti : berlangsung sempurna,
tunggal dan menurut persamaan yang jelas (dasar teoritis), cepat dan
irreversible, ada petunjuk akhir titrasi (indikator), larutan baku direaksikan
dengan alat yang mudah didapat, penggunaannya sederhana dan juga harus stabil
sehingga
konsentrasinya
tidak mudah berubah bila disimpan.(Ady Mara.2010.Penuntun Praktikum Kimia Dasar
I.Halaman : 21)
I. Penerapan
Metode Analisa yang Dibahas
Metode analisa alkalimetri dapat digunakan untuk menentukan
kadar asam asetat pada cuka makan (CH3COOH). Tahap awalnya yaitu menentukan
konsetrasi larutan NaOH dalam satuan N menggunakan larutan standar primer
seperti : asam oksalat atau natrium oksalat.
Rumus yang digunakan untuk membuat reagen NaOH dengan
konsentrasi N :
v gr
N =
=
Prosedur kerjanya yaitu :
I.
Pembuatan
larutan baku primer
o
Asam
oksalat ditimbang seberat 0,1575 g di atas neraca analitik
o
Dimasukkan
kedalam labu ukur 250 mL
o
Ditambahkan
aquadest sampai tanda kalibrasi
o
Labu
ditutup dan dikocok
II.
Pembakuan
NaOH dengan H2C2O4.2H2O
o
25
mL larutan Asam olksalat di pipet
o
Dimasukkan
kedalam erlenmayer
o
Ditambahkan
3 tetes indikator phenoptalein
o
Dititrasi
dengan menggunakan larutan NaOH 0,01 N sampai larutan berwarna merah jambu
o
Volume
pemakaian NaOH dicatat
o
Titrasi
diulangi sekali lagi
o
Dihitung
Normalitasnya
III.
Penentuan kadar CH3COOH
o
Dipipet
25 mL larutan CH3COOH
o
Dimasukkan
kedalam erlenmayer
o
Ditambahkan
3 tetes indikator phenoptalein
o
Dititrasi
dengan menggunakan larutan NaOH 0,01 N sampai larutan berwarna merah jambu
o
Volume
pemakaian NaOH dicatat
o
Kadar
CH3COOH ditentukan dalam % (b/v)
IV.
Data
Pengamatan
v Pembakuan NaOH dengan H2C2O4.2H2O
No
|
Volume H2C2O4.2H2O
|
Volume NaOH
|
1
|
25 Ml
|
32,00 mL
|
2
|
25 Ml
|
31,21 mL
|
Rata-rata
|
25 Ml
|
31,6 mL
|
v Penentuan kadar CH3COOH
No
|
Volume
H2C2O4.2H2O
|
Volume
NaOH
|
1
|
25
Ml
|
36,5
mL
|
2
|
25
Ml
|
36.5
mL
|
Rata-rata
|
25
Ml
|
36,5
mL
|
V.
Perhitungan
v Pembakuan NaOH dengan H2C2O4.2H2O
:
BE
= bobot molekul : valensi
N = (g
: v) x
(1000 : 250 ml) = 0,01 N
VNaOH X N
NaOH = Vasam
oksalat X Nasam
oksalat
31,6mL
x NNaoH = 25mL x
0,01 N
NNaoH
= 0,007911
N
v Penentuan kadar CH3COOH :
V1
N1
=
V2 N2
25
mL . NAsam Asetat
= 36,5 mL. 0,007911 N
N
Asam Asetat = 0,01155 N
M = 0,01155 N
%
kadar CH3COOH (b/v) = N x BM x (100:1000)
=
0,01155 x 60,05 x (100:1000)
= 0,0693 %
Maka,
Kadar CH3COOH adalah 0,0693 % (b/v)
VI.
Pembahasan
hasil percobaan
Pada praktikum alkalimetri ini,
sampel yang akan ditentukan konsentrasi atau kadarnya adalah senyawa asam
lemah yaitu asam asetat. Sebelum menentukan konsentrasinya, ada beberapa
hal yang harus dilakukan terlebih dahulu, yaitu pembuatan larutan baku primer
dan pembakuan larutan baku sekunder oleh larutan baku primer. Pada praktikum
kali ini pula, larutan baku primer yang digunakan adalah asam oksalat 0,1575 g
yang kemudian dilarutkan didalam labu ukur sampai batas kalibrasi ( 250 mL),
pembuatannya pun harus dilakukan secara teliti, mulai dari menimbang sampai
melarutkan. Berbeda dengan pembuatan larutan baku sekunder yang pada umumnya
dilakukan di dalam beaker glass, karena ketidakakuratan pembuatan dapat di
abaikan.
Larutan NaOH yang akan diteteskan
(titran) dimasukkan ke dalam buret melalui corong terlebih dahulu, hal ini
bertujuan agar pertumpahan larutan baku dapat lebih diminimalisir dan jumlah
titran yang terpakai dapat diketahui dari tinggi sebelum dan sesudah titrasi.
Larutan asam oksalat yang dititrasi dimasukkan kedalam labu erlenmeyer dengan
mengukur volumenya terlebih dahulu dengan memakai pipet gondok. Untuk mengamati
titik ekivalen dipakai indikator yang warnanya disekitar titik ekivalen. Dalam
titrasi yang diamati adalah titik akhir bukan titik ekivalen.
Seperti yang telah diketahui
sebelumnya dalam stoikiometri, titrasi, titik ekivalen dari reaksi netralisasi
adalah titik pada reaksi dimana asam oksalat dan natrium hidroksida setara
yaitu keduanya tidak ada yang berlebihan. Dalam titrasi, suatu larutan yang
akan dinetralkan misalnya asam, ditempatkan di dalam flask bersamaan dengan
beberapa tetes indikator asam basa. Kemudian larutan basa yang terdapat didalam
buret ditambahkan ke larutan asam. Pertama, ditambahkan cukup banyak kemudian
dengan tetesan hingga titik ekivalen. Titik ekivalen terjadi pada saat
terjadinya perubahan warna indikator phenolptalein menjadi warna merah jambu
karena indikator ini dapat berubah warna dalam keadaan basa, yaitu diantara pH
8-10, fenomena ini disebut titik akhir titrasi. Volume NaOH yang terpakai
dicatat dan percobaan ini dilakukan sekali lagi, data yang telah
terkumpul digunakan untuk menentukan kadar NaOH dalam satuan Normalitas. Pembakuan
pun telah selesai dilakukan, langkah terakhir adalah menentukan kadar Asam
asetat yang menjadi sampelnya, cara yang digunakan sama dengan cara pembakuan
NaoH dengan asam oksalat. Untuk perhitungan kadar dari asam oksalat digunakan
rumus :
Ø % (b/v) sampel = N x BM x (100:1000)
Sehingga dari hasil perhitungan
tersebut, kadar asam asetat adalah 0,0693 % (b/v).
BAB III
Penutup
i.
Kesimpulan
Dari
hasil diskusi, kami dapat menyimpulkan bahwa alkalimetri adalah saatmetode analisa untuk menentukan
konsentrasi asam dengan menggunakan larutan standar basa melalui proses titrasi. Pada proses titrasi
kita membutuhkan indicator untuk
mengetahui titik ekivalen dan titik akhir titrasi yang ditandai dengan
perubahan warna.
Untuk
meunjukkan titik akhir titrasi, maka harus dipenuhi syarat-syarat :
1. Indicator
harus berubah warna, tepat pada saat titrasi, menjadi ekifalen dan titrat agar
tidak terjadi kesalahan saat titrasi.
2. Perubahan
warna harus terjadi dengan mendadak agar tidak ada keraguan tentang kapan
titrasi harus dihentikan atau dilanjutkan.
Daftar Pustaka
Harjadi,W. 1987. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT.
Gramedia : Jakarta
Keenan,W. Kleinfelter. 1980. Kimia Untuk Universitas.
Erlangga : Jakarta
Khopkar, S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik.
Universitas Indonesia : Jakarta
Sastrohamidjojo, Hardjono. 2005. Kimia
Dasar. Gajah Mada Universitas Press : Jogjakarta
Shevla, G. 1985. Vogel
Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro.
PT. Kalman Media Pustaka : Jakarta
0 Response to "Alakalimetri"
Post a Comment